News

Kilas Balik Lahirnya Partai Ka’bah

Kamis, 05 Jan 2023 – 05:17 WIB

partai ka'bah - inilah.com

PPP adalah hasil Fusi empat partai keagamaan, dideklarasikan pada 5 Januari 1973, dengan Mohammad Syafa’at sebagai Ketua Umum. (foto: ppp.or.id)

Selamat ulang tahun! Tepat di hari ini, Kamis (5/1/2023), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) genap berusia 50 tahun. Lahirnya partai berlambang Ka’bah pada tahun 1973 silam, tidak bisa dilepaskan dari keberadaan empat partai keagamaan, yakni Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Partai Muslimin Indonesia (Parmusi).

Meski bukan kepanjangan tangan tapi bisa dibilang PPP merupakan salah satu ‘produk’ Orde Baru yang dipaksakan, mengapa? Karena PPP lahir dari penggabungan empat partai keagamaan.

Pada masa itu, pemerintah beranggapan bahwa dirasa perlu untuk melakukan penyederhanaan sistem kepartaian di Indonesia. Atas alasan itu, lahir Partai Ka’bah. Namun untuk mewujudkan penggabungan atau fusi tersebut, memakan waktu yang cukup panjang.

Berbicara soal sejarah berdirinya PPP, harus ditarik mundur jauh ke belakang, ke masa pemerintahan Presiden Soekarno atau Orde Lama. Semua bermula pada periode tahun 1950-1959.

Kala itu, Indonesia mengalami pergantian kabinet sebanyak tujuh kali. Hal ini terjadi karena banyaknya partai yang ada di Indonesia serta tuntutan-tuntutan yang mereka layangkan.

Enggan mengulang pengalaman yang sama, Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin. Lalu pada tahun 1960, jumlah partai di Indonesia pun mulai dikurangi dari 40 menjadi 12, kemudian sisa 10.

Masih di tahun yang sama, Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) dibubarkan karena terlibat dalam Pemberontakan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Dengan bubarnya Masyumi, maka aspirasi yang disampaikan oleh kelompok Islam lewat partai pun semakin berkurang. Partai Islam yang masih tersisa saat itu adalah NU, Perti, PSII, dan Parmusi.

Enam tahun kemudian, tepatnya tahun 1966, Angkatan Darat mengadakan pertemuan dan menghasilkan usulan fusi partai ke dalam lima golongan, yaitu Islam, Kristen-Katolik, Nasionalis, Sosialis Pancasila, dan Golkar.

Kemudian, pada Mei 1967, Presiden Soeharto mengusulkan fusi partai-partai yang dibagi menjadi dua kelompok.Satu kelompok menekankan pembangunan material dan yang satu pembangunan spiritiual.

Keinginan Soeharto untuk melakukan fusi partai kian tak terbendung, yang kemudian mulai dikemukakan lewat pidato di Kongres XII Partai Nasional Indonesia, 11 April 1970.

Sayangnya, usulan Soeharto ditolak oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Idham Chalid, yang mengatakan bahwa NU tidak pernah memiliki keinginan untuk memfusikan diri dengan partai-partai Islam lainnya.

Keadaan berbalik usai Pemilu 1971. Saat itu Golkar, organisasi golongan fungsional yang memutuskan membentuk Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) pada 1964 ini, muncul jadi pemenang pemilu.

Golongan yang terdiri dari berbagai macam kelompok yang dibagi berdasarkan fungsi kekaryaannya, seperti buruh, guru, tani, dan pemuda ini, berhasil meraih perolehan suara terbanyak di Pemilu 1971, sebesar 82,8 persen.

Sedangkan dari empat partai Islam yang masih tersisa, hanya NU yang memperoleh suara terbanyak, yakni sebesar 18,6 persen. Alasan pemerintah di masa itu untuk melakukan fusi pun semakin menguat.

Akhirnya mengacu dari hasil Pemilu 1971, pemerintah memutuskan untuk membagi partai ke dalam empat kelompok, yaitu Angkatan Bersenjata, Golkar, golongan demokrasi pembangunan, dan persatuan pembangunan.

Pemerintah pun menggabungkan NU, PSII, Perti dan Parmusi menjadi satu naungan yang bernama PPP. Fusi partai keagamaan ini pun dideklarasikan pada 5 Januari 1973, dengan Mohammad Syafa’at sebagai Ketua Umum (Ketum). Setengah abad berjalan, tercatat PPP sudah delapan kali berganti Ketum. Berikut daftarnya:

  1. Mohammad Syafa’at Mintaredja (1973-1978)
  2. Djaelani Naro (1978-1984 dan 1984-1989)
  3. Ismail Hassan Metareum (1989-1994 dan 1994-1999)
  4. Hamzah Haz (1998-2003 dan 2003-2007)
  5. Suryadharma Ali (2007-2011 dan 2011-2014)
  6. Muhammad Romahurmuziy (2016-2019 dan 2019-2020)
  7. Suharso Monoarfa (2019-2020 dan 2020-2022)
  8. Muhammad Mardiono (2022-sekarang)

Back to top button