News

ICW Tantang KPU Bongkar Penyelundupan Pasal Eks Napi Korupsi Nyaleg

Indonesia Corruption Watch (ICW) menantang Komisi Pemilihan Umum (KPU) membongkar penyelundupan pasal yang membolehkan eks narapidana (napi) kasus korupsi mendaftar calon legislatif (caleg) dalam pemilu tanpa melewati masa jeda selama lima tahun. Pasalnya, aturan mengenai hal itu termuat dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD serta PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD.

“Siapa yang mencantumkan pasal ini, apa argumentasinya? Jika dibahas dalam rapat tentu masyarakat punya hak untuk menagih mana notulensi rapatnya,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers secara daring, Senin (22/5/2023).

Kurnia menjelaskan, masyarakat perlu mengetahui siapa komisioner KPU yang mengusulkan pencantuman pasal tersebut. Di sisi lain, lanjut dia, apakah ada pihak lain yang menitipkan pasal janggal itu.

“ICW meyakini ada rentetan kekeliruan logika pikir dari KPU menyangkut hal tersebut. Pertama, PKPU, baik untuk calon anggota DPR, DPRD, maupun DPD bertentangan dengan Putusan MK No 87/PUU-XX/2022 dan Putusan MK No 12/PUU-XXI/2023,” ujarnya memaparkan.

“Bagaimana tidak, dua putusan MK itu sama sekali tidak memberikan pengecualian syarat berupa adanya pencabutan hak politik jika mantan terpidana korupsi ingin maju sebagai calon anggota legislatif,” ucap Kurnia menambahkan.

Berikutnya, kata Kurnia melanjutkan, KPU keliru dalam memahami perhitungan waktu bagi mantan terpidana korupsi yang diperbolehkan ikut dalam kontestasi politik.

“Merujuk pada turunan PKPU 10/2023, yakni Keputusan KPU Nomor 352 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pengajuan Bakal Calon Anggota DPR RI dan DPRD (Keputusan KPU Nomor 352 Tahun 2023), turut dilampirkan simulasi perhitungan yang digunakan oleh KPU ketika menghadapi peristiwa mantan terpidana korupsi yang dikenakan pencabutan hak politik dan ingin maju sebagai calon anggota legislatif,” jelas Kurnia.

Adapun, uraiannya adalah sebagai berikut:

“Mantan terpidana yang diputus pidana tambahan pencabutan hak politik 3 (tiga) tahun, yang bersangkutan bebas murni pada tanggal 1 Januari 2020. Jika mendasarkan pada amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 maka jeda waktu untuk bisa dipilih harus melewati 5 (lima) tahun sehingga jatuh pada tanggal 1 Januari 2025. Namun, berdasarkan pertimbangan hukum yang termuat pada halaman 29 Putusan Mahkamah Konstitusi dimaksud yang mempertimbangkan ”sepanjang tidak dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak pilih oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”. Sehingga mantan terpidana yang mendapatkan pidana tambahan pencabutan hak politik 3 (tiga) tahun, maka hanya berlaku pencabutan hak pilih tersebut. Yang bersangkutan telah memiliki hak untuk dipilih per tanggal 1 Januari 2023, terhitung 3 (tiga) tahun sejak bebas.”

Back to top button