Market

Hati-hati Bonus Demografi Gagal, BKKBN: Bergantung Kaum Remaja


Terkait bonus demografi yang diprediksi mencapai puncaknya pada 2030, diharapkan menjadi pendorong bagi meroketnya perekonomian. Termasuk mendorong Indonesia menjadi negara maju pada 2045.

Hanya saja, Direktur Kebijakan Publik Celios (Center of Economics and Law Studies)), Media Wahyudi Askar, menilai ada tantangan berat. Saat ini, jumlah pengangguran terbanyak di Indonesia adalah sarjana S1 dari kelompok generazi Z (15-24 tahun). 

“Ini masalah serius. Kalau gagal diatasi, maka menyebabkan gagalnya bonus demografi,” kata dia, dikutip Senin (15/1/2024).

Asal tahu saja, bonus demografi terjadi saat jumlah penduduk usia produktif jauh lebih banyak dibandingkan penduduk usia lanjut yang tidak produktif. Mereka yang masuk usia produktif termasuk kelompok generasi Z atau Gen Z.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo menyebut remaja menjadi kunci keberhasilan bonus demografi dalam menopang pembangunan berkualitas dari bangsa Indonesia di masa depan.

“Karena itu, menjabarkan materi-materi yang dapat disosialisasikan bagi remaja dalam merencanakan kehidupan berkeluarga menjadi penting,” kata Hasto dalam acara Tanwir I Nasyiatul Aisyiyah secara daring, Minggu (14/01/2023).

Menurut Hasto, kesiapan untuk berkeluarga harus dimulai dari remaja. Untuk itu, pentingnya keberadaan posyandu remaja untuk bisa menyampaikan bagaimana 10 dimensi kesiapan berkeluarga itu.

“Saya sepakat untuk membangun posyandu remaja, dan memang jumlah remaja kita cukup besar di mana usia produktif mencapai kira-kira 70 persen dan yang tidak produktif kira-kira 30 persen. Sehingga kita katakan sebagai bonus demografi,” kata Hasto.

Dia bilang, pemuda atau remaja menjadi bagian yang sangat menentukan bagi masa depan Indonesia. Kalau banyak remaja Indonesia yang putus sekolah, kawin usia muda, kemudian hamil dengan jarak dekat, kemudian tidak bekerja maka akan menjadi mis-demographic dividend.

“Artinya, penduduk yang besar ini akan menjadi musibah, bukan berkah. Kuncinya ternyata ada pada remaja. Nah, itulah pentingnya posyandu remaja,” kata Hasto.

Hasto juga mengatakan bahwa isu penyebab stunting juga harus disosialisasikan dalam posyandu remaja. Misalnya, asupan gizi yang kurang bagus, tidak imunisasi sehingga suka sakit-sakitan atau pola asuh yang kurang bagus. Termasuk juga dampak  stunting seperti tidak cerdas dan sakit-sakitan di hari tua.

Remaja juga harus memahami bahwa sebelum berkeluarga ada fungsi yang harus dijalankan dalam keluarga. “Mereka harus tahu bagaimana fungsi agama bahwa remaja laki-laki menjadi khalifah atau pemimpin di dalam keluarga,” urai Hasto.

 

Back to top button