Market

Harganya Terus Meroket, Ini Kata Pelaku Industri Beras


Ketua Komunitas Industri Beras Rakyat (KIBAR) Syaiful Bahari menyebut, kenaikan harga beras terjadi menjelang pemilu merupakan bukti pemerintah tidak serius menangani turunnya produksi beras dalam negeri.

Apalagi pembagian bantuan pangan beras sudah jor-joran yang dilakukan langsung Presiden Jokowi di setiap kunjungan di berbagai daerah. “Jelas-jelas kenaikan harga beras sejak 2023 disebabkan turunnya produksi beras dalam negeri, karena dipangkasnya anggaran pupuk subsidi sejak 2019 sehingga menimbulkan biaya produksi naik 40 persen,” ujar Syaiful dalam keterangannya dikutip Jumat (9/2/2024).

Berdasarkan panel harga pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) hari ini, harga beras medium secara nasional rata-rata mencapai Rp13.600 per kg. Harga beras medium tertinggi berada di Provinsi Papua Tengah yaitu Rp19.700 per kg. Sementara itu, harga beras premium rata-rata  mencapai Rp15.530 per kilogram. Harga beras premium tertinggi berada di Provinsi Papua Tengah yaitu Rp23.830 per kg. 

Pemangkasan anggaran pupuk subsisi, kata dia, mengakibatkan kenaikan harga gabah. Kondisi ini diperparah dengan adanya monopoli pembelian gabah oleh korporasi besar. “Sehingga ribuan penggilingan padi kecil menengah mati, semua itu menjadi sumber persoalan defisitnya cadangan beras nasional,” ucap Syaiful menjelaskan.

Pemerintah telah berupaya memenuhi kebutuhan konsumsi beras dengan melakukan impor beras sampai tiga juta ton di 2023 dan rencananya di tahun ini sebesar dua juta ton. Namun, dia menilai, impor beras yang dilakukan tidak akan akan bisa menutupi jurang defisit beras, karena kebutuhan konsumsi beras nasional per bulan rata-rata 2,5 juta ton.

“Apalagi saat ini belum ada negara eksportir beras, seperti India, China, Vietnam, Thailand dan Pakistan, yang bersedia membuka keran ekspornya secara besar-besaran,” kata dia lagi.

Ia juga menyayangkan bansos beras yang jor-joran diberikan pemerintah. Apalagi hanya dihentikan sementara menjelang hari pencoblosan. Menurut dia, dengan terbatasnya stok beras di Bulog dan kesulitan impor beras dari luar, pemerintahan Presiden Joko Widodo lebih mementingkan penggunaan beras yang ada untuk bansos. “Yang tidak ada hubungannya dengan upaya penurunan harga,” kata Syaiful menegaskan. 

Dalam catatan, anggaran subsidi pupuk di tahun 2020  turun tipis 0,2 persen menjadi Rp34.2 triliun. Namun tahun 2021 subsidi pupuk turun lagi 26,02 persen menjadi Rp25,3 triliun. Terakhir turun 7,11 persen menjadi Rp23,5 triliun.

Sementara pada 2023, pemerintah mengalokasikan anggaran pupuk subsidi tahun 2023 sebesar Rp24 triliun. Angka ini mengalami kenaikan dari posisi 2022 sebesar Rp23,5 triliun. Sedangkan dalam APBN 2024 anggaran pengadaan subsidi pupuk sebesar Rp26,68 triliun. Dengan anggaran tersebut, alokasi pupuk bersubsidi yang akan disalurkan mencapai 5 juta ton dari 7,85 juta ton di tahun 2023.

Namun akhirnya Jokowi menjanjikan anggaran tambahan subsidi pupuk sebesar Rp14 triliun. Walaupun anggarannya diperoleh dengan melakukan pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga hingga lima persen sehingga terkumpul Rp50,1 triliun.

Anggaran tersebut juga untuk mendukung program BLT tambahan dengan nama BLT Mitigasi Risiko Pangan untuk menggantikan BLT El Nino ini, pemerintah akan membagikan bantuan total sebesar Rp600 ribu per kepala keluarga untuk 22 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Back to top button