News

Hakim Berpihak ke Pemohon PKPU PT BDN, Diduga Langgar Batas 20 Hari

Carut marut hukum kepailitan yang menyeret aparat penegak hukum, sepertinya sulit dihentikan. Selalu muncul episode baru yang merugikan sejumlah pihak.

Seperti dialami PT Mitralanggeng Prama Konstruksi (MPK) yang 
digugat PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) oleh PT Berlian Djaya Nusantara (BDN) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada 27 September 2023.

Dalam sengketa utang ini, kata Siska Natalia, anggota tim hukum PT MPK, PT BDN menyertakan satu kreditur lain, yakni PT Cahaya Indotama Engineering (CIE).

Dalam sidang pertama yang digelar pada 9 Oktober 2023, majelis hakim yang terdiri dari Yusuf Pranowo (ketua), Buyung Dwikora (anggota) dan Bintang AL (anggota), terpaksa ditunda karena pihak PT MPK tidak bisa hadir.

Selanjutnya diagendakan sidang lanjutan pada 16 Oktober 2023. Kala itu, PT MPK mengajukan jawaban atas permohonan PKPU yang diajukan PT BDN.

Dalam sidang pada 23 Oktober 2023 yang dihadiri PT BDN dan MPK , majelis hakim menunda penyampaian bukti¬bukti dari PT BDN. Alasannya, ada ketidaksesuaian bukti asli dengan copy.

Menariknya, sidang pada 30 Oktober 2023, PT BDN mengajukan bukti tagihan utang PT CIE selaku kreditur lain kepada PT MPK. 
“Namun, klien kami bisa menunjukkan bukti pembayaran atas utang kepada PT CIE, nilainya sekitar Rp1,267 miliar. Ada surat dari PT CIE kepada PT MPK tentang pelunasan tagihan tertanggal 11 Oktober 2023,” kata Siska, Jakarta, Selasa (14/11/2023).

Alih-alih kasus ini diputus, karena terbukti tidak ada utang dari PT MPK kepada PT CIE, majelis hakim justru memberikan kesempatan kepada PT BDN untuk mengajukan kreditur baru. Maka diajukanlah PT Suprajaya Duaribu Satu dalam sidang pada 6 November 2023.

Menurut Siska, ketika gugatan PKPU tidak bisa dibuktikan, majelis hakim seharusnya memutuskan untuk menolaknya. Sesuai pasal 2 ayat l jo pasal 8 ayat (4) Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Kepailitan dan PKPU).

“Jadi, bukan malah memberikan kesempatan kepada pemohon untuk mengajukan kreditur baru yang tidak pernah didalilkan dalam gugatan PKPU yang diajukan PT BDN. Ini jelas menyalahi hukum acara,” kata Siska.

Meski diajukan kreditur baru, PT MPK mampu membuktikan tidak mempunyai tagihan kepada PT Suprajaya Duaribu Satu. Lagi-lagi, majelis hakim tidak segera memutus perkara ini.

Dalam sidang pada 13 November 2023, majelis hakim kembali membuka kesempatan kepada PT BDN memasukkan kreditur baru, yakni PT Beton Perkasa Wijaksana.  Begitu jelas kejanggalannya.

Bahwa penambahan kreditur lain yang tidak ada dalam dalil gugatan PKPU, yakni PT Suprajaya Duaribu Satu dan PT Beton Perkasa Wijaksana, tujuannya diduga untuk memuluskan PKPU. Dengan menghalalkan segala cara.

Selain itu, kata Siska, majelis hakim dalam perkara ini, diduga melanggar pasal 225 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU jo. Keputusan Ketua MA No 109/KMA/SK/IV/2020 tentang Pemberlakuan Buku Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KMA No. 109/KMA/SK/IV/2020) halaman 48.

Di mana, majelis hakim seharusnya telah menjatuhkan putusan terhadap permohonan PKPU, paling lama 20 hari sejak pendaftaran pada 27 September 2023. Artinya, paling lambat keputusannya diketok palu pada 17 Oktober 2023.

“Atau setidak-tidaknya pada 6 November 2023 kalau dihitung saat klien kami menyampaikan jawaban pada 16 Oktober 2023,” kata Siska.

Atas temuan ini, kata Siska, tim hukum PT MPK bersurat kepada Mahkamah Agung (MA) dan kepada Ketua Komisi Yudisial pada 14 November 2023. Meminta pengawasan khusus terhadap pemeriksaan perkara permohonan PKPU No. 316/Pdt.Sus¬PKPU/2023/PN.Niaga.Jkt.Pst. di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang sedang berjalan.

“Atas kejanggalan ini, kami telah mengirimkan surat pengaduan dan perlindungan hukum atas dugaan pelanggaran hukum acara oleh majelis hakim dalam perkara ini. Karena kita ingin hukum tetap tegak, memberikan keadilan dan kepastian,” pungkasnya.
 

Back to top button