Kanal

Selamat Datang Prabowo-Gibran di Negeri Penuh Utang dan Proyek Roro Jonggrang


Melanjutkan rezim Jokowi, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming tak bisa leha-leha, apalagi coba-coba. Harus langsung tancap gas karena banyak persoalan berat.

Sejak dilantik pada Oktober nanti, Prabowo-Gibran bakalan tak punya banyak waktu untuk bersantai. Harus langsung kerja keras. Banyak warisan masalah dari era Jokowi yang bikin kening berkerut, khususnya sektor ekonomi.

Celakanya lagi, perkembangan dunia menambah berat. Ketidakpastian geopolitik global membuat perekonomian dunia tidak sedang baik-baik saja.

Diawali konflik Rusia-Ukraina melebar agresi militer Israel ke Palestina dan konflik Iran-Israel. Yang dikawahtirkan mengerek naik harga minyak mentah (crude oil) di pasar global.

Belum lagi kebijakan bank sentral AS (The Fed) yang mematok suku bunga (Fed Fund Rate/FFR) di level tinggi. Berdampak kepada menguatya nilai tukar dolar AS serta aliran modal keluar alias capital outflow.

Dengan menguatnya dolar AS (US$) hingga di atas Rp16.000/US$ serta geopolitik global itu, membuat perekonomian Indonesia tertekan. Misalnya, beban utang BUMN dan pemerintah dalam bentuk US$, bakal membengkak. 

Demikian pula susbsidi BBM ikut membengkak ketika harga minyak mentah dunia melonjak karena faktor geopolitik tadi. Selain itu, harga bahan pangan juga naik di pasar global.

Ini juga memberikan tekanan terhadap perekonomian Indonesia. Karena banyak produk makanan dan minuman di Indonesia, bahan bakunya berasal dari impor. Maka harga pangan di tanah air ikut naik.

Yang bikin miris ketika minyak mentah (crude oil) dunia melambung hingga di atas US$100 per barel, maka harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri, kemungkinan besar ikut naik.

Alhasil, harga barang pastilah naik. Beban rakyat yang selama ini sudah berat karena harus menyangga kenaikan harga sebelum Lebaran 2024, semakin tak tertanggung.

Kalau sudah begitu, jangan berharap Prabowo bisa dengan mudah mewujudkan janji pertumbuhan ekonomi 8 persen.

Karena, pertumbuhan Indonesia masih sangat mengandalkan konsumsi. Ketika daya beli melemah karena kenaikan harga, dampaknya kepada perekonomian tumbuh kontet.

Jadi, jangan remehkan warisan masalah era Jokowi untuk Prabowo-Gibran. Belum lagi warisan proyek mercusuar yang belum rampung di era Jokowi. Misalnya, proyek Kereta Whoosh lanjut Surabaya dan IKN Nusantara.

Warisan Utang

jokowiBowo1.jpg
Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto (Foto: Antara). 

Terkait utang era pemerintahan Jokowi, Wakil Rektor II Universitas Paramadina, Handi Risza pernah meramal angkanya bisa menembus Rp10.000 triliun. Bikin pusing pemerintahan selanjutnya kalau benar.  

“Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunganya ini, boleh dikatakan seperti besar pasak dari tiang,” kata ekonom Paramadina itu, dalam sebuah diskusi daring padqa Februari 2024.

Bak bumi dengan langit dibanding warisan utang SBY kepada Jokowi pada 2014. kala itu, angkanya hanya Rp2.608 triliun.

Sedangkan per Januari 2024, koleksi utang pemerintahan Jokowi sudah mencapai Rp8.253,09 triliun. Atau 38,75 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Jika ditambah utang BUMN yang menurut Handi sekitar Rp2.000 triliun, total warisan utang Jokowi mendekati Rp11 ribu triliun.

Angka yang super besar. Tak mudah untuk menguranginya jika Prabowo masih meniru pola kepemimpinan Jokowi. Yang dikenal serampangan dalam menentukan utang.  

Semakin besar utang, semakin berat pula beban APBN. Karena, pemerintah harus siapkan anggaran untuk membayar cicilan utang beserta buanganya, setiap tahun. Tentus saja, angkanya tidak kesil. Saat ini berada di kisaran Rp400 triliun-Rp500 triliun.

Handi menuturkan besarnya utang tersebut seharusnya dibarengi dengan kemampuan pemerintah meraup pendapatan. Sayangnya penerimaan negara terutama dari pajak, stagnan selama bertahun-tahun.

Dia mengatakan penerimaan negara pada 2014 berada di angka sekitar Rp1.500 triliun. Pada 2023, angka penerimaan itu meningkat menjadi Rp2.600 triliun.

Dia bilang peningkatan penerimaan negara itu, kalah jauh ketimbang kenaikan utang pemerintah.

“Artinya dalam 10 tahun terakhir terjadi kenaikan 100 persen penerimaan negara, tetapi peningkatan utang kita jauh lebih tinggi hampir 400 persen,” ujar dia.

Seperti biasa, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut besaran utang di era Jokowi masih tergolong aman. Menyejukkan memang tapi memabukkan. Alhasil, porsi utang Indonesia terus naik dan naik.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto menyebut, utang tak bisa hanya dilihat dari sisi jumlahnya saja. “Tentu kita tidak sekedar melihat nominalnya,” ungkap Suminto.

Secara rasio utang, kata dia, pemerintah tahun ini justru berhasil menekannya. Jika menggunakan hitungan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau debt to GDP ratio, mengalami perbaikan yang signifikan.

Per akhir November 2023, kata dia, debt to GDP ratio utang RI adalah 38,11 persen. Capaian ini, dipandangnya lebih oke ketimbang posisi Desember 2022 yang mencapai 39,7 persen. Jiga dinilai lebih baik ketimbang Desember 2021 yang mencapai 40,7 persen.

Dari seluruh pemimpin yang lahir di era reformasi, bisa jadi Jokowi adalah presiden yang utangnya terbesar. Duit-duit utangan itu banyak dibelanjakan untuk proyek-proyek infrastruktur, transportasi serta pengembangan pangan, dan masih banyak lainnya.

Tentu saja, termasuk megaproyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur yang nilai investasinya mencapai Rp466 triliun.  

Sayangnya, banyak proyek-proyek infrastruktur yang tak didukung studi ilmiah atau perencanaan matang. Muncul istilah proyek-proyek ‘Roro Jonggrang’ alias proyeknya dikebut yang penting cepat jadi.

Proyek Roro Jonggrang

ilustrasikeretacepat.jpg
Ilustrasi Proyek kereta Whoosh termasuk proyek Roro Jonggrang era Jokowi. (Desain: Febri). 

Pada April 2024, Presiden Jokowi tiba-tiba bicara soal kereta Whoosh, dulunya bernama Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Jokowi ingin studi kelayakan kereta Whoosh yang dilanjutkan hingga Surabaya, bisa segera rampung.

Selanjutnya, juru bicara Kemenko Kemaritiman dan Investasi (Marves), Jodi Mahardi mengonfirmasi bahwa proyek kereta Whoosh lanjut ke Surabaya (Jakarta-Surabaya) bakal diwariskan ke Prabowo-Gibran.

“Sudah mulai diskusinya. Kita berharap, pemerintahan baru melanjutkan program-program Pak Jokowi. Apalagi sudah kita rasakan manfaatnya,” kata Jodi.

Jodi membeberkan sejumlah manfaat dari pembangunan kereta Whoosh buatan China itu. Misalnya, kereta Whoosh lebih efisien karena kecepatan maksimalnya 350 kilometer/jam.

Selain itu, kereta cepat ini dinilai bisa mengurai beban transportasi dam mengurangi emisi gas, karena menggunakan energi listrik.

Anehnya, proyek ini lagi-lagi digarap China. Pemerintah seakan tidak belajar dari sejarah atau pengalaman.

Ketika menggarap proyek KCJB yang berkongsi dengan China, terjadi pembengkakan biaya (cost overrrun) hingga Rp22 triliun dan operasional kereta molor beberapa kali dari rencana.

Proyek kereta Whoosh juga menyisakan masalah keuangan untuk PT Kereta Api Indonesia (Persero/KAI) yang harus menanggung utang jumbo ke Bank Pembangunan China (China Development Bank). Karena BUMN ini yang harus menanggung biaya pembangunan kereta Whoosh.

Kalau lenjut Surabaya, berapa biaya proyek kereta Whoosh? 
Menurut hitungan Direktur Center of Economi and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, hasilnya cukup besar. Nyaris 5 kali lipat dari biaya kereta Whoosh rute Jakarta-Bandung.

Dengan asumsi, nilai proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang saat ini bernama kereta Whoosh, mencapai US$7,5 miliar atau setara Rp112,5 triliun dengan asumsi Rp15.000/US$. Di mana, panjang lintasan KCJB ini, mencapai 142,3 kilometer (km).

“Maka biaya pembangunan KCJB per kilometernya ketemu Rp790,5 miliar,” kata Bhima.

Dengan asumsi yang sama, kata Bhima, untuk rute Bandung-Surabaya (Stasiun Tegalluar-Stasiun Gubeng) yang panjang lintasannya diasumsikan 690 km, maka estimasi biaya proyeknya mencapai Rp545 triliun.

Angka tersebut lebih tinggi ketimbang anggaran pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur sebesar Rp466 triliun. Atau program makan siang dan susu gratis yang dicanangkan Prabowo, proyeksi anggarannya sekitar Rp400 triliun.

Prabowo juga musti punya menteri keuangan yang super mumpuni, melebihi Sri Mulyani. Karena banyak proyek warisan Jokowi yang memerlukan dana besar. Termasuk  IKN Nusantara senilai Rp466 triliun. Ketika proyek ini sepi investor maka akan menjadi masalah besar.

Pajak Ngos-ngosan

smi61.jpg
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani. (Foto: Antara). 

Tak sedang bercanda, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut penerimaan pajak per Maret 2024, semakin seret, yakni hanya Rp393,9 triliun.

“Penerimaan pajak hingga akhir Maret 2024 mencapai Rp393,9 triliun. Ini artinya hampir 20 persen dalam satu kuartal ini, atau 19,81 persen dari target,” kata Sri Mulyani, Jumat (26/4/2024).

Rinciannya, pada periode Januari terkumpul Rp149 triliun atau 7,5 persen dari target yang telah ditetapkan. Selanjutnya Februari 2024 terkumpul 13,5 persen, atau Rp269 triliun. Pada Maret 2024 terkumpul Rp393,9 triliun atau 19,1 persen dari target.

Sri Mulyani mengatakan, penerimaan pajak mengalami perlambatan akibat anjloknya harga komoditas secara signifikan sejak 2023 yang dampaknya terasa saat ini.  

Di luar restitusi, penerimaan pajak bruto baru tumbuh positif, yaitu 0,64 persen. Di mana, komposisi penerimaan pajak untuk Pph nonmigas secara bruto Rp220,4 triliun atau di atas 20,1 persen dari target.

“PPh nomigas secara bruto naik 0,1 persen, ini sangat tipis,” jelasnya.

Untuk PPN dan PPnBM per Maret 2024, kata Sri Mulyani, mencapai Rp155,79 triliun, atau 19,2 persen dari target. Secara tahunan atau year on year (yoy) terjadi kenaikan 2,57 persen.

Menurutnya, jenis pajak ini berbasis aktivitas masyarakat. Sementara itu, untuk PPB dan pajak lainnya mencapai Rp3,17 triliun atau 8,39 persen dari target. PPB dan pajak lainnya mengalami kenaikan 11 persen (yoy) secara bruto

“Yang mengalami koreksi adalah PPh migas Rp14,53 triliun atau 19 persen dari target. Nanti kita lihat PPh migas ini naik-turunnya berdasarkan harga minyak dan nilai tukar, kuartal I-2024 koreksi cukup dalam yakni 18 persen,” kata Sri Mulyani.

Selain pajak, Sri Mulyani menyebut pasar keuangan Indonesia mengalami tekanan berat. Dana asing yang keluar atau capital outflow semakin tinggi. Berdasarkan data yang dipaparkan, capital outflow dari pasar keuangan Indonesia mencapai Rp 29,73 triliun sampai dengan 23 April 2024.

Nilai itu dibentuk oleh aliran modal asing keluar dari saham sebesar Rp13,08 triliun dan dari pasar surat berharga negara (SBN) mencapai Rp16,65 triliun.

Bendahara negara menjelaskan, tekanan itu tidak terlepas dari perkembangan ekonomi global, khususnya dari arah kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).

Keluarnya modal asing dari pasar keuangan RI kemudian membuat nilai tukar rupiah melemah. Di sisi lain, peralihan modal ke pasar keuangan Negeri Paman Sam membuat dolar AS semakin perkasa.

 

 

 

 

Back to top button