Market

Kurang Profesional, Pakar Nilai Manajemen PT Garuda Terlalu Banyak Intervensi

Banyaknya campur tangan penguasa dalam manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) menjadi salah satu alasan sulitnya menyelamatkan maskapai pelat merah ini.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengharapkan manajemen dan tata kelola PT Garuda Indonesia harus bersih dari campur tangan penguasa.

“Garuda selalu dalam posisi sulit karena banyaknya intervensi politik di situ, jadi banyaknya intervensi dari para penguasa melalui jalur-jalur parpol dan lainnya,” ujar Trubus kepada inilah.com di Jakarta, Selasa (22/8/2023).

Terlebih, kata Trubus, sebagian besar pengelola yang ada di dalam manajemen PT Garuda bukan orang yang profesional, baik itu dewan direksi maupun komisaris.

“Belakangan beberapa relawan juga masuk ke situ, itu yang menyebabkan kemudian Garuda sering bermasalah,” kata Trubus.

Ia melihat manajemen Garuda tidak kompetitif dengan maskapai lainnya karena merasa selalu menjadi kebangaan masyarakat. Akibatnya, pihak Garuda selalu merasa akan diselamatkan pemerintah bila terjadi masalah.

“Itu yang menyebabkan tidak ada nilai perjuangan untuk menjadi perusahaan yang kompetitif, kemudian juga ada pihak kompetitor menghendaki PT Garuda tidak menjadi besar,” tuturnya.

“Pihak tertentu atau pelaku usaha lain yang dekat dengan pemerintah mempengaruhi kebijakannya, sehingga ketika mau tumbuh Garuda ini ditekan dengan kebijakan-kebijakan yang ada,” tambahnya.

Namun demikian, menurut dia, manajemen dan tata kelola Garuda sudah modern namun bisnis penerbangan yang fluktuatif dan dinamis. Kondisi ini mengharuskan setiap maskapai untuk cepat beradaptasi.

Ia menilai, ketidakmampuan beradaptasi inilah yang menyebabkan banyak masalah yang terjadi pada PT Garuda.

“Tapi karena (intervensi) politiknya yang kuat, jadi itulah risiko, kita kan negara multi partai yang juga ikut menikmati di situ termasuk penguasa-penguasa yang ada, itu yang selama ini tidak pernah terungkap,” terangnya.

Trubus menilai kebijakan atau langkah penyelamat tersebut terkesan dipaksakan karena situasi pangsa pasar sekarang sangat tidak memungkinkan rencana merger antara antara Garuda, Citilink dan Pelita Air.

Selain itu, menurutnya, ketiga maskapai ini memiliki pasar masing-masing. Citilink sangat dekat dengan masyarakat kelas bawah, Pelita untuk masyarakat umum, dan Garuda tidak hanya melayani penerbangan domestik tapi juga luar negeri.

“Sudah tidak pilihan lain, makanya digabung dengan Cilitink dan Pelita, walaupun Citilink sendiri juga tidak sepenuhnya sehat,” ujar Trubus.

“Garuda ini tiketnya kan mahal, tiket murah diberikan ke Citilink, jadi kalau digabung bisa jadi mahal, kalau makin mahal nantinya bakal dijauhi masyarakat yang lebih memilih maskapai yang lebih murah dan nyaman,” tambahnya.

Ia menyarankan agar Garuda dilepas dari intervensi politik untuk menjadi perusahaan independen dengan mengelola manajemen sendiri. Sedangkan pemerintah cukup jadi fasilitator.

“Jadi jargon yang namamya transaparan dan akuntabel betul-betul diberikan kepada manajemen, dewan komisaris maupun direksi,” katanya.

Rencananya merger ini sudah diungkap Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir dengan menggabungkan tiga maskapai penerbangan pelat merah. Ketiganya adalah PT Garuda Indonesia Tbk, Citilink Indonesia, dan Pelita Air Service.

Merger ini bertujuan untuk efisiensi dalam Kementerian BUMN seperti yang pernah dilakukan juga di sektor pelabuhan dan logistik dengan menggabungkan empat perusahaan PT Pelindo (Persero).

“Setelah melakukan rangkaian program efisiensi pada empat Pelindo, akan melanjutkan BUMN pada klaster lain, yakni maskapai penerbangan. Saat ini, terdapat tiga BUMN yang bergerak di bidang penerbangan, yaitu Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air,” ujar Erick melalui keterangan pers, Jakarta, Selasa (22/8/2023).

Back to top button