Market

Eksportir Batu Bara Curhat Keberatan Aturan Tahan Devisa Hasil Ekspor

Pengusaha batu bara keberatan dengan kebijakan menahan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dalam sistem keuangan nasional paling cepet tiga bulan. Aturan disahkan 12 Juli 2023, akan menyulitkan eksportir untuk mengelola arus kas.

Aturan baru ini akan berlaku mulai Agustus 2023 tersebut adalah PP Nomor 36 Tahun 2023 yang merupakan hasil revisi PP Nomor 1 Tahun 2019. Beleid ini berlaku untuk eksportir dengan nilai ekspor pada Pemberitahuan Pabean Ekspor (PPE) paling sedikit USD 250 ribu.

Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia atau Indonesia Coal Mining Association (APBI-ICMA), Pandu Sjahrir mengaku aturan baru pemerintah itu akan menambah beban berat eksportir batu bara. Padahal ekspor komoditas batu bara selama ini menjadi salah satu andalan perekonomian nasional, baik melalui penerimaan negara pajak dan non-pajak, devisa ekspor, penciptaan lapangan kerja, dan lainnya.

“Kontribusi dari sektor industri pertambangan batubara sangat penting dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional. Namun dengan terbitnya PP 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor Dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan atau Pengolahan Sumber Daya Alam (PP DHE SDA) menimbulkan kewajiban baru yang menambah beban eksportir,” kata Pandu seperti mengutip dalam keterangan resmi, Selasa (25/7/2023).

Dalam aturan tersebut, paparnya, tentu akan menyulitkan eksportir dalam mengelola arus kas (cash flow), terlebih margin yang didapatkan para eksportir tidak mencapai 30 persen.

Dengan demikian modal kerja yang sudah dikeluarkan eksportir pun akan tertahan di tengah tren penurunan harga serta semakin meningkatnya beban biaya operasional. Sejak semester II 2022 tren harga batubara mengalami penurunan yang tajam sementara disisi lain biaya operasional semakin meningkat.

Biaya operasional penambang batubara di tahun ini diperkirakan meningkat rata-rata 20-25 persen akibat kenaikan biaya bahan bakar, stripping ratio yang semakin besar sehingga biaya penambangan semakin tinggi, pengaruh inflasi, dan lainnya. Selain itu, kenaikan beban biaya penambang juga semakin berat dengan telah dinaikkannya tarif royalti.

Tarif royalti pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) naik dari rentang tarif 3-7 persen menjadi 5-13 persen yang diatur dalam PP No 26 Tahun 2022 yang berlaku Agustus 2022 yang lalu.

Back to top button