Market

Ekonom Senior Nilai Gibran Gagal Paham di Greenflation dan Demo Rompi Kuning Prancis


Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menilai cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming yang melontarkan istilah anyar yakni greenflation atau inflasi hijau, tidak paham persoalan.

Kepada Inilah.com, Jakarta, Selasa (23/1/2024), dia mengatakan, debat putaran keempat Pilpres 2024, Minggu (21/1/2024), Gibran bertanya kepada Mahfud Md, cawapres nomor urut 3, bagaimana cara mengatasi greenflation yang terdengar seperti ‘greenfesyen’. “Pertanyaannya begitu singkat, tanpa penjelasan lebih lanjut,” kata Anthony.

Meski sudah diingatkan moderator agar Gibran menjelaskan soal singkatan atau terminologi dari pertanyaannya, agar cawapres bisa paham betul arahnya. Agar mudah dimengerti oleh cawapres yang ditanya.

“Akan tetapi, Gibran berpendapat tidak perlu menjelaskan apa yang dimaksud dengan greenflation itu. Alasannya Mahfud adalah seorang profesor,” kata Anthony.

Atas jawaban itu, lanjut Anthony, jangan salahkan bila publik yang menonton debat tersebut menilai putra sulung Presiden Jokowi itu, picik. Menunjukkan bahwa Gibran tidak mengerti apa arti profesor.

“Mungkin dia kira profesor adalah maha tahu, seperti dewa. Sehingga aturan debat pun sengaja dilanggar. Tidak salah, Cak Imin mengatakan Gibran berdebat tanpa etika,” paparnya.

Namun, lanjut Anthony, Mahfud dengan sabar dan serius menjelaskan bahwa greenflation itu, terkait dengan green economy atau ekonomi hijau, atau ekonomi sirkuler yang berbiaya tinggi. Sehingga menyebabkan inflasi. Cara mengatasinya, fokus pada kebijakan (untuk mengatasi permasalahan biaya tinggi tersebut).

Sayangnya, menurut Anthony, Gibran kembali mempertontonkan perilaku yang tak pantas. Sebagai orang timur, cara yang diperlihatkan, sangat tidak beretika. Selain itu, Gibran tidak mampu menjelaskan secara detail apa itu greenflation, serta bagaimana mengatasinya.

“Gibran hanya memberi contoh demo rompi kuning (yellow vests protest movement) di Prancis yang dimulai sejak Oktober 2018. Ini berbahaya sekali, karena sudah memakan korban. Ini harus kita antisipasi agar jangan sampai terjadi di Indonesia,” kata Anthony.

Pertama, menurut Anthony, pemicu utama protes atau demo jaket kuning pada 2018 itu, tidak ada kaitannya dengan green energy atau green inflation. Tetapi lebih disebabkan karena kenaikan harga minyak mentah dunia (crude oil), kenaikan harga BBM, kenaikan pajak BBM fosil (green tax), pengetatan anggaran pemerintah, penghapusan pajak kekayaan, konflik antar kelas, dan protes melawan neoliberalisme.

Ketika harga BBM, ditambah kenaikan pajak BBM, membuat ekonomi kelompok masyarakat bawah di Prancis, semakin susah. Porsi pengeluaran untuk BBM kala itu, mencapai lebih dari 15 persen dari total pengeluaran.

“Maka itu terjadi protes keras. Masyarakat menuntut kenaikan upah minimum, penghapusan pajak BBM, dan moratorium kenaikan harga BBM.
Artinya, demo rompi kuning bukan dipicu oleh, dan tidak ada hubungannya dengan, green inflation (greenflation), melainkan karena kebijakan ekonomi dan pajak yang memberatkan masyarakat kelompok bawah,” kata Anthony.

Dengan kata lain, lanjutnya, demo yellow vests di Prancis, merupakan demo melawan ketidakadilan secara ekonomi. ‘Oleh karena itu, penjelasan Gibran tentang demo rompi kuning akibat green inflation, bukan saja super ngawur, tetapi juga membodohi publik Indonesia,” pungkasnya.
 

Back to top button