News

Dukungan PPP ke Ganjar dan Nasib KIB

Langkah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres) pada Pemilu Presiden 2024 memantik dinamika politik terkini makin memanas. Konstelasi politik pun semakin berubah. Berlabuhnya partai berlambang Kakbah yang resmi mendukung capres usungan PDI Perjuangan itu mengantarkan pada babak baru perubahan peta politik di Tanah Air.

PPP yang sebelumnya berada dalam gerbong Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) untuk menghadapi Pemilu Presiden 2024, mengubah arah politik koalisi dengan langkahnya mendukung Ganjar.

Berdasarkan analisis Trust Indonesia Research and Consulting, banyak hal yang perlu dicermati dari sikap PPP mendukung capres dari partai penguasa itu.  Direktur Riset Trust Indonesia, Ahmad Fadhli, kepada inilah.com di Jakarta, Kamis (27/4/2023), mengungkap berdasarkan hasil survei nasional Trust Indonesia (28 Januari – 6 Februari 2023) elektabilitas PPP hanya 1,8%. Artinya, PPP belum mencapai elektabilitas maksimum melebihi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4%.

Hipotesis Trust Indonesio menyebut penyebabnya ada dua, yaitu pertama karena PPP masih dihadapkan dengan konflik internal (transformasi kekuasaan dari ketua umum lama Suharso Monoarfa ke ketum baru Mardiono), dan kedua, mesin PPP belum bekerja secara masif dan terstruktur dari tingkat pusat sampai ke daerah.

Jika dilakukan analisis cross tabulation, Fadhli menyebutkan berdasarkan peta sebaran basis elektoral pemilih calon presiden, dari 1,8% pemilih PPP sebanyak 27,5% memilih Prabowo Subianto, 25% memilih Anies Baswedan, 15% memilih Ganjar Pranowo, 15% memilih lainnya, dan 17,5% undecided voters.

PPP melihat peluang emas untuk mendukung Ganjar Pranowo karena dapat mendongkrak elektabilitas partai agar melampaui parliamentary threshold. Apalagi pemilih Ganjar Pranowo mayoritas berada di Pulau Jawa yang notabene merupakan basis pemilih Nahdlatul Ulama (NU) terbesar di Indonesia.

Perlu diketahui bahwa dari 28,7% pemilih NU, yang memilih Ganjar Pranowo sebagai presiden, yaitu sebesar 33,2%, Prabowo Subianto 20,4%, dan Anies Baswedan 16,5%.

PPP berharap dengan mencapreskan Ganjar Pranowo bakal mendapatkan efek ekor jas (coattail effect) bagi para calon anggota legislatif (caleg) PPP khususnya yang berada di daerah pemilihan (dapil) Pulau Jawa. “Karena sangat mudah untuk menjual Ganjar Pranowo di Jawa Tengah dan Jawa Timur dibandingkan kandidat yang lain,” tambah Fadhli menjelaskan.

Lebih jauh dalam analisisnya disebutkan PPP memiliki sejarah yang cukup panjang dalam perpolitikan Indonesia bersama dengan PDIP, sebagai partai yang ada sejak zaman Orde Baru. Oleh karena itu hubungan historis ini merupakan keuntungan bagi PPP jika berkoalisi dengan PDIP yang sama-sama saling mencari keuntungan atau mutualisme.

Dugaan Fadhli secara sederhana, KIB (PAN dan Golkar) kemungkinan besar akan merapat juga kepada Ganjar Pranowo. Jika KIB bubar atau terpecah —mendukung capres yang berbeda— maka konsekuensinya yaitu akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada parpol KIB (PAN, Golkar, dan PPP). Hal ini bisa menurunkan likeability dan ujung-ujungnya dapat menggerus elektabilitas parpol KIB. “Masyarakat akan menganggap koalisi yang dibentuk merupakan bagian dari pragmatisme elite dan banyolan politik,” ujar Fadhli menambahkan.

Sesungguhnya, kata Fadhli menggarisbawahi, apa yang dilakukan oleh PPP dengan mencapreskan Ganjar Pranowo sangat rasional. Rendahnya party-identification (party-ID) di Indonesia, mengharuskan PPP mesti punya figur yang kuat dalam mempertahankan parliamentary threshold sebesar 4%, agar 2024 tetap bertahan di Senayan.

Tak Bertahan

Pengamat politik sekaligus akademisi Universitas Bengkulu, Panji Suminar menilai KIB diprediksi tidak akan bertahan apalagi usai PDIP resmi mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres di Pemilu Presiden 2024.

“Sejak awal sebenarnya saya sudah tidak yakin, sekarang Ganjar sudah jadi capres PDIP. Tentu kalau PDIP membangun koalisi, mereka akan membuat koalisinya sendiri bukan bergabung dengan koalisi yang ada,” kata Panji Suminar, dikutip Kamis (27/4/2023)

Belum lagi, menurut pandangannya, pergerakan-pergerakan partai politik yang ada di dalam KIB makin agresif mendekati tahapan pencalonan presiden. PAN menunjukkan dukungannya ke Ganjar dan juga sempat meng-endorse sosok Menteri BUMN Erick Thohir (Etho). PPP pun pada Rabu (26/4/2203) telah memantapkan pilihannya untuk mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres dalam kontestasi pesta demokrasi 2024.

Kalau pun segerbong KIB merapat memberikan dukungan kepada Ganjar Pranowo, tentunya kata Panji Suminar bukan mereka yang menentukan dominasi koalisi, namun PDIP yang menjadi pengusung pertama sekaligus “pemilik” Ganjar, karena merupakan kader PDIP. “Atau bisa saja KIB pecah, ada parpol yang merapat ke Prabowo, kita tidak tahu karena yang namanya politik itu dinamis, meski awalnya KIB meng-endorse Ganjar Pranowo.”

Kondisi KIB saat ini juga tidak lepas dari parpol-parpol yang tergabung dalam koalisi tersebut yang tidak memiliki sosok yang dapat menjadi magnet untuk bisa didorong ke dalam arena pilpres. Kalau pun ada, Panji Suminar menyebut elektabilitas para politikusnya masih rendah, dan lebih realistis untuk disodorkan sebagai calon wakil presiden.

Tapi yang jelas, ia mencermati, Golkar nantinya tetap akan menemukan pelabuhannya dalam koalisi pemerintahan. Hal itu kalau melihat rekam jejak dari periode pemerintahan ke pemerintahan.

Back to top button