Market

LRT Jabodebek dan KCJB Salah Desain, Ekonom: Mubazir dan Berpotensi Pidana

Ekonom dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur hidayat menyorot dua proyek di era Presiden Jokowi yang kental salah desain. Yakni, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), serta proyek LRT Jabodebek yang pekan lalu ramai karena diakui pemerintah salah desain.

“Indonesia telah tersedot anggarannya untuk ambisi besar proyek KCJB. Triliunan anggaranpun disuntikkan untuk menyelesaikan proyek ini, di luar kesepakatan atau rencana awal yang memperlihatkan ketidakmatangan dalam perencanaan dan ketidak piawaian Indonesia dalam membangun kerja sama,” kata CEO Narasi Intitute itu, Sabtu (5/8/2023).

Akibat perencanaan yang tidak matang, kata dia, proyek KCJB menimbulkan permasalahan akses jalan. Setali tiga uang dengan proyek LRT Jabodebek yang pekan ini jadi sorotan karena kesalahan desain yang signifikan.

“Inilah saatnya kita menyadari pentingnya perencanaan yang baik dan matang dalam menghadapi proyek-proyek infrastruktur yang ambisius,” kata pria yang akrab disapa Matnur itu.

Mengingatkan saja, proyek LRT Jabodebek yang nilai investasinya hampir Rp30 triliun itu, menghadapi kritik pedas dari Wakil Menteri (Wamen) BUMN, Kartika Wirjoatmodjo.

Tiko, sapaan Kartika, menyatakan bahwa desainnya salah sejak awal. Salah satu kesalahan yang mencolok adalah pembangunan lengkung jembatan bentang panjang atau longspan di atas jalan tol dalam kota, Jakarta Selatan.

PT Adhi Karya (Persero) Tbk, sang kontraktor jalur LRT itu, langsung kena sorotan. Karena tidak melakukan simulasi dan perhitungan matang terkait kemiringan dan kecepatan LRT selama proses perencanaan.

Akibat dari kesalahan teknis ini, LRT harus melaju sangat pelan saat melewati longspan, berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan.

“Jadwal kereta LRT juga harus disesuaikan dengan kecepatan trainset karena tikungan yang sempit, mengakibatkan LRT berjalan hanya 20 km per jam, jauh dari kecepatan yang diharapkan. Semua ini disebabkan oleh ketidaktepatan perencanaan dan ketidaktahuan tentang kemungkinan masalah yang muncul,” papar Matnur yang juga concern dengan kebijakan publik itu.

Dampak dari perencanaan yang buruk ini, kata dia, tidak hanya terbatas pada masalah teknis. Namun juga menyebabkan biaya proyek membengkak. “Longspan LRT yang seharusnya menjadi lintasan cepat malah menjadi penghalang dan harus direkayasa ulang. Perubahan ini membutuhkan biaya tambahan dan menyebabkan waktu proyek menjadi lebih lama dari yang seharusnya,” tutur Matnur.

Proyek LRT Jabodebek awalnya diapresiasi karena konstruksi jembatan lengkungnya yang presisi, bahkan masuk rekor MURI, kini sirna seketika. “Apresiasi itu tidak dapat menggantikan fakta bahwa biaya tambahan dan penundaan yang terjadi akibat perencanaan yang buruk, mengambil uang dari kantong publik,” kata Matnur.

Biaya yang semestinya dapat dialokasikan untuk proyek lain yang lebih mendesak dan bermanfaat bagi masyarakat, malah terbuang sia-sia akibat kegagalan perencanaan.

Slogan “Kerja, Kerja, Kerja” memang memiliki pesan kuat tentang pentingnya aksi dan kerja keras dalam membangun infrastruktur. Namun, kerja tanpa perencanaan yang baik hanya akan menghasilkan kesalahan yang mahal dan merugikan masyarakat.

Proyek infrastruktur yang berhasil memerlukan rencana yang matang, simulasi yang teliti, dan perhitungan yang akurat sebelum pelaksanaan dilakukan.

“Yang diharapkan proyek ini berjalan baik hingga selesai ternyata masih menyisakan persoalan. Dan tentu saja ini menjadi PR tambahan yang mengharuskan adanya anggaran untuk menyelesaikannya. Akibatnya pembiayaan proyek ini akan semakin membengkak,” pungkasnya.

Back to top button