News

Demi Efisiensi, PDIP Dukung Digelarnya Pelantikan Serentak Kepala Daerah 2024

Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Sitorus menilai bahwa diadakannya pelantikan serentak bagi kepala daerah yang menang dalam Pilkada serentak tahun 2024 dapat memberikan efisiensi dan efektivitas. Ia menyebut bahwa dengan disetujuinya kebijakan ini dapat menghemat biaya APBN maupun APBD sendiri.

“Jadi dari faktor efisiensi dan efektivitas why not,” kata Deddy saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Rabu (23/8/2023).

Deddy pun menyebut bahwa dengan diadakannya pelantikan serentak, maka Presiden pun juga dapat menyampaikan langsung visi dan misi pemerintah pusat kepada kepala daerah yang baru.

Dengan begitu, ia turut mendorong adanya turunan peraturan yang mengatur tentang kebijakan tersebut, mengingat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tidak mengatur tentang kebijakan serupa.

“Itu bisa turunan dari UU. Pelantikan itu prosesi, kalau menurut saya, tetapi kan masa jabatan sudah ditentukan,” jelasnya.

Deddy menjelaskan untuk menjamin landasan hukum dari prosesi pelantikan serentak tersebut tidak dicantumkan dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai alternatif, kebijakan ini bisa diturunkan ke dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) maupun keputusan presiden (keppres).

“Sekarang kan semangatnya apa dulu? Itu juga tidak dilarang juga toh,” ucap Deddy yang duduk di Komisi VI DPR ini.

Untuk itu, ia menyarankan meminta keterangan lebih lanjut mengenai dasar hukumnya kepada lembaga yudikatif lainnya, seperti Mahkamah Agung (MA). Hal ini mengingat dirinya yang bukan merupakan ahli tata hukum negara.

“Tapi kalau untuk alasan pelaksanaan efisiensi dan efektivitas saya kira tidak ada persoalan dan menurut saya itu tidak harus dalam ranah UU,” tuturnya.

Berdasarkan informasi yang didapat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2024 akan dilakukan di 541 daerah yang terdiri dari 33 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota, kecuali 5 kota administrasi di DKI Jakarta.

Sebagai pilkada serentak yang pertama kali dilakukan dalam sejarah, jumlah peserta dalam kontestasi ini menjadi yang terbanyak dari pilkada sebelumnya, yaitu Pilkada 2020 yang diikuti oleh 270 daerah, Pilkada 2018 yang diikuti oleh 171 daerah, Pilkada 2017 yang diikuti 101 daerah dan Pilkada 2015 yang diikuti oleh 269 daerah.

Namun, dalam keterangan yang sama pilkada serentak ini nyatanya memiliki beberapa ancaman yang serupa, seperti tingkat keamanan yang lebih rendah dibandingkan dengan Pilkada sebelumnya karena masing-masing daerah harus mengamankan daerah sendiri. Sebelumnya, daerah yang sedang melaksanakan Pilkada memiliki keuntungan dibantu oleh daerah yang sedang tidak melaksanakan pilkada.

Oleh karena itu, setiap daerah harus memiliki pemetaan dini yang dilakukan untuk mencegah munculnya kemungkinan adanya gangguan keamanan.

Back to top button