Market

Cuaca Ekstrem, KNTI Minta 2,3 Juta Nelayan Dilindungi Subsidi Premi BPJS

Kamis, 12 Jan 2023 – 11:53 WIB

Cuaca Ekstrem, KNTI Minta 2,3 Juta Nelayan Dilindungi Premi BPJS - inilah.com

Ketua Umum KNTI Dani Setiawan dalam diskusi publik ‘Nelayan Menghadapi Krisis Iklim: Quo Vadis Perlindungan Nelayan dan Pembudidaya Ikan Skala Kecil’ yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (12/1/2023). (Tangkapan Layar: YouTube/DPP KNTI Nelayan Indonesia)

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta pemerintah untuk melindungi sekitar 2,3 juta nelayan dengan pemberian subsidi premi BPJS Ketenagakerjaan. Ini dapat memperkuat skema perlindungan sosial bagi para nelayan kecil dan tradisional khususnya dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang kian terasa.

Ketua Umum KNTI Dani Setiawan mengatakan, sejauh ini jalan keluar yang ditawarkan pemerintah belum signifikan.

“Kami hitung, misal dengan skema BPJS, kalau misal seluruh nelayan di Indonesia sekitar 2,3 juta dilindungi oleh pemerintah dalam bentuk pemberian subsidi premi BPJS Ketenagakerjaan, itu jumlahnya sebenarnya tidak terlalu besar, hanya sekitar Rp400-an miliar,” kata Dani dalam diskusi publik ‘Nelayan Menghadapi Krisis Iklim: Quo Vadis Perlindungan Nelayan dan Pembudidaya Ikan Skala Kecil’ secara daring di Jakarta, Kamis (12/1/2022).

Subsidi premi tersebut, sambung dia, sekaligus membuat para nelayan mendapatkan jaminan hari tua. “Itu juga akan membuat kinerja nelayan lebih baik karena ada kepastian mereka bisa bekerja dengan aman dan nyaman,” ujarnya.

Tidak hanya perlindungan diri, pihaknya juga mendorong adanya asuransi untuk alat kerja nelayan seperti kapal yang digunakan untuk melaut.

“Saya kira hal semacam ini perlu terus kita dorong ke pemerintah agar pemerintah betul-betul memiliki satu skema yang kuat,” tuturnya.

Dukungan alokasi anggaran yang kuat, kata dia, untuk melindungi satu sektor yang memiliki peran penting di dalam penyediaan gizi pangan yang penting bagi masyarakat dan penyediaan lapangan pekerjaan. “Itu juga kontributor terhadap perekonomian nasional,” ucap Dani.

Sejauh ini, menurut dia, pihaknya telah menerima sejumlah laporan terkait pembudidaya dan nelayan tangkap yang mengalami kecelakaan bahkan hingga meninggal dunia dalam beberapa bulan terakhir. “Itu akibat perubahan cuaca yang tidak menentu di laut. Saya kira ini bagian dari risiko yang dihadapi nelayan kita,” timpalnya.

Dani mengakui nelayan pada dasarnya sangat cepat beradaptasi dengan keadaan. Misalnya saja, ketika harga BBM mengalami kenaikan, nelayan tetap melaut dengan menyiasati ukuran kapal menjadi lebih kecil agar bisa menghemat bahan bakar. Walaupun disebutnya hal itu juga berkaitan dengan keterdesakan ekonomi yang dihadapi para nelayan kecil dan tradisional.

Sayangnya, lanjut Dani, KNTI sebagai organisasi nelayan belum melihat jalan keluar yang ditawarkan pemerintah untuk menghadapi situasi yang ada.

Padahal, menurutnya, pemberian subsidi premi asuransi bagi nelayan di seluruh Indonesia seharusnya bisa dipertimbangkan karena kontribusi nelayan sebagai penyedia gizi masyarakat dan pendukung kinerja perdagangan produk kelautan dan perikanan nasional.

Di sisi lain, Dani juga mengingatkan perlindungan bagi nelayan perlu sejalan dengan kebijakan mitigasi atas dampak perubahan iklim yang terjadi.

“Kami berikhtiar agar bagaimana organisasi nelayan atau nelayan, pembudidaya, mulai mengambil langkah konkret untuk mendorong skema mitigasi apakah dengan cara konservasi wilayah pesisir atau misal dengan mendorong inovasi teknologi untuk menangkap ikan atau mengolah hasil perikanan,” paparnya.

Dani menilai skema adaptasi mitigasi untuk menghadapi ancaman perubahan iklim harus menjadi agenda prioritas yang sejalan dengan upaya melindungi nelayan kecil dan tradisional Indonesia.

“Skema adaptasi mitigasi untuk menghadapi ancaman dampak perubahan iklim yang luar biasa ini perlu jadi satu agenda prioritas yang akan kami terus dorong ke depan terutama bagaimana pemerintah punya skema kuat untuk mendorong perlindungan bagi nelayan kecil dan tradisional Indonesia,” imbuhnya.

Back to top button