News

Butuh Penyelesaian dari Hulu ke Hilir, Muncul Ide Pembentukan Pansus Polusi Udara

Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo mengatakan dalam menyelesaikan persoalan polusi udara perlu melibatkan berbagai sektor, sehingga ia memandang Panitia Kerja (Panja) tidak cukup mengkomodasi, lebih baik dibentuk Panitia Khusus (Pansus).

Usulan ini terbesit di benaknya dikarenakan banyak faktor yang menyebabkan kualitas udara buruk di Jabodetabek, mulai dari emisi kendaraan yang berkiatan dengan sektor perhubungan, hingga asap pabrik dari sektor industri.

“Kami dari DPR telah merencanakan dibentuknya panja, tetapi saya pribadi mengusulkan agar dibentuk pansus untuk tangani polusi udara. Karena pansus ini adalah lintas sektor,” ujar Firman kepada inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Jumat (25/8/2023).

Maka dari itu, ia berpandangan, dengan dibuatnya Pansus maka DPR dan pemerintah akan lebih mudah dalam menggali penyebab sehingga bisa memikirkan alternatif solusi penangan terhadap permasalahan ini. “Sehingga ini nanti yang akan jadi rujukan-rujukan pemerintah juga untuk mengambil kebijakan, disamping regulasi yang sudah ada gitu,” tutur dia.

Menurutnya, jika hanya Komisi IV DPR yang bergerak melalui Panja, tentu tidak dapat mencakup hal lain, karena penyelesaiannya hanya berada di hilir saja. Firman menegaskan persoalan polusi udara ini harus ditangani serius, karena kaitannya tidak hanya soal kesehatan saja tapi juga bersinggungan dengan pergerakan ekonomi nasional.

“Ini hulunya (ada di) industri seperti yang tadi saya katakan, otomotif seperti apa, kemudian manufaktur seperti apa yang menggunakan bahan baku batu bara, sekian PLTU. Ini yang harus kita audit semua. Karena ketika ternyata PLTU nanti diaudit tidak layak, apakah PLTU itu akan dimatikan sementara,” ujar dia.

Diketahui, berdasarkan data Indeks Kualitas Udara (AQI) Air, indeks kualitas polusi udara di Jakarta sudah masuk kategori tidak sehat dan bahkan sempat menduduki peringkat kedua negara dengan kadar udara buruk di dunia pada 178 AQI.

Sektor transportasi menyumbang emisi terbesar, yakni 44 persen. Secara rinci, bahan bakar yang digunakan di DKI itu adalah sumber emisi, yang berasal dari batu bara 0,42 persen, minyak 49 persen, dan gas 51 persen.

Jika dilihat dari sektor-sektornya, maka urutan penyumbang polusi udara dimulai dari transportasi 44 persen, lalu industri 31 persen, manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen dan komersial 1 persen.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro mengatakan tindakan preventif sementara terkait polusi udara di DKI Jakarta adalah dengan memastikan semua masyarakat taat terhadap uji emisi.

Selain itu, kebijakan work from home (WFH) juga dianggap bisa menjadi solusi atasi polusi udara di Jakarta, karena itu semua kementerian pun telah sepakat menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh pegawai pemerintah (ASN), sebagaimana hasil rapat bersama Menko Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan baru-baru ini.

Back to top button