Ototekno

BRIN: Regulasi AI di Indonesia Harus Fokus pada Pengguna, Bukan Teknologi

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menggarisbawahi pentingnya revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan kedua untuk UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurut Handoko, adaptasi hukum terhadap perkembangan teknologi merupakan langkah esensial.

“Jadi kalau kita melihat memang ada potensi perbaikan, tentu harus segera dilakukan ya,” ujar Handoko dalam wawancara di Kantor BRIN, Jakarta Pusat, Kamis (23/11/2023).

Mengenai isu ‘pasal karet’ yang sering dikritik dalam UU ITE, Handoko mengakui keberadaannya tetapi menyatakan bahwa BRIN tidak berada dalam posisi untuk mengintervensi proses revisi UU tersebut. 

“Terutama kalau ITE kan selama ini banyak komplain ya, mungkin bahwa oh ini jadi pasal karet, ini jadi begitu kan. Tapi ya, itu kita kembalikan ke pembuat undang-undang ya, khususnya nanti bersama DPR kan, ya,” terang dia.

Handoko kemudian menyoroti regulasi Artificial Intelligence (AI) yang, menurutnya, tidak seharusnya terfokus pada teknologi itu sendiri, melainkan perilaku penggunanya. 

“AI itu sebenarnya gimmick ya, bukan hal yang baru sebenarnya. Jadi yang kita regulasi itu sebenarnya adalah perilaku manusianya, yang memakai itu. Bukan AI-nya itu sendiri ya, karena kalau AI kan nggak ada apa-apanya juga sebenarnya, kalau nggak ada manusianya ya,” jelas Handoko.

Lebih lanjut, Handoko menekankan bahwa dengan pemanfaatan AI yang semakin beragam, meningkat pula risiko penyalahgunaannya. Beliau memberikan contoh khusus seperti penggunaan AI untuk menciptakan informasi palsu atau menggiring opini publik, yang menunjukkan pentingnya regulasi perilaku manusia, bukan hanya teknologinya.

“Manusia yang membuat data, manusia yang mengolah itu, ya kan, untuk menciptakan informasi baru misalnya ya. Nah, itu yang perlu kita atur,” pungkas Handoko.

Back to top button