Market

Biang Kerok Kerusakan Jalan di Ciamis Mulai Terungkap


Banyaknya jalan berlubang di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat bisa menjadi pertanda maraknya korupsi proyek infrastruktur. Diduga kuat menyeret bupati dan wakil bupati Ciamis, Herdiat Sunarya dan Yana D Putra.

“KPK seharusnya terjunkan tim khusus untuk memonitor potensi korupsi di proyek pekerjaan jalan di Ciamis yang melibatkan bupati dan wakil bupatinya,” kata mantan anggota Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), cikal bakal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Petrus Selestinus di Jakarta, Senin (1/4/2024).

“Mengapa? Karena, korupsi itu white collar crime, atau kejahatan kerah putih. Masyarakat sulit mendapatkam bukti untuk dijadikan dasar laporan,” terang Petrus yang juga koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).

Petrus benar. Rendahnya kualitas infrastruktur di Ciamis merupakan tanda-tanda dari maraknya praktik fee, atau upeti. Itu korupsi juga. Bayangkan saja, fee untuk proyek-proyek jalan di Ciamis, bisa 12-17 persen.

Mau tak mau, kontraktor akan menyunat biaya proyeknya. Yang paling mudah memangkas biaya bahan baku proyek. Misalnya ketebalan tembok (semen) atau aspal dikurangi. Jangan heran jika jalanan atau bangunan di Ciamis, cepat rusak.

Misalnya jalan Cikuman-Ciherang, Kabupaten Ciamis, mengalami kerusakan. Saking kesalnya warga, jalanan berlubang di situ ditanami pohon pisang. Demikian pula kerusakan jalan di Kecamatan Panawangan dan Sukamantri. Dan banyak lagi daerah lain di Kabupaten Ciamis.

Beredar informasi, HM, eks anggota DPRD Ciamis adalah orang suruhan Wabup Ciamis. Dia berperan sebagai peminta jatah proyek di satuan kerja pemerintah daerah (SKPD).  Lewat dirinyalah upeti atau fee proyek dikumpulkan.

Kabarnya, dana tersebut bakal digunakan Wabup Ciamis yang mulai pecah kongsi, untuk maju dalam pilkada serentak pada November 2024.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak kaget dengan maraknya praktik suap dan gratifikasi terkait proyek pengadaan barang dan jasa di daerah. Di mana, 90 persen tindak pidana korupsi (tipikor) berkaitan dengan proyek pengadaan barang atau jasa. “Perkara korupsi di persidangan, hampir 90 persen menyangkut barang dan jasa,” kata Alex, sapaan akrabnya.

Dalam praktiknya, kata Alex, tidak sedikit pengusaha melakukan transaksi panas demi mendapatkan proyek dengan cara menyuap atau memberikan gratifikasi. “Sementara itu, banyak pejabat pemerintah menerima uang panas untuk memperkaya diri sendiri,” kata mantan Hakim Tipikor ini.

Saat ini, kata dia, modus korupsi dalam pengadaan barang dan jasa terus berkembang. Mulanya, pengadaan barang dan jasa dilakukan melalui situs e-procurement. 

Tetapi, dengan mudahnya para vendor bermufakat jahat dengan pejabat mencurangi sistem. “Para pelaku terus berinovasi dalam memberikan suap atau gratifikasi,” tegasnya.

 

 

Back to top button