Market

BI Serampangan Kerek Suku Bunga, Indonesia Makin Dekat Jurang Resesi

Kamis, 06 Okt 2022 – 19:25 WIB

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo.

Pada Agustus dan September 2022, Bank Indonesia (BI) kerek suku bunga acuan menjadi 4,25 persen. Hati-hati, kalau gegabah Indonesia semakin dekat jurang resesi ekonomi.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyebut sejumlah dampak kenaikan suku bunga acuan yang agresif. Intinya, banyak sektor yang bakal jadi korban. Ujung-ujungnya, memperbesar peluang Indonesia tersengat resesi ekonomi.

Konsekuensi pertama, kata Bhima kepada Inilah.com, Jakarta, Kamis (6/10/2022), suku bunga tinggi memperlambat laju konsumsi rumah tangga, karena bunga pinjaman naik. “Padahal, pertumbuhan ekonomi nasional sangat ditentukan konsumsi. Kalau konsumsi kolapse maka ekonomi melambat,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut Bhima, ekspansi dunia usaha bakal banyak yang tertunda. Lantaran, biaya pinjaman untuk kredit investasi dan modal kerja, semakin mahal. “Sementara daya beli konsumen melemah, sektor bisnis pasti anjlok. Dampaknya bisa pengangguran naik, kemiskinan dan lain-lain,” kata Bhima.

Sektor perbankan, kalta Bhima, bakal dilanda ketar-ketir. Dengan suku bunga tinggi, perbankan akan lebih hati-hati dalam menjalankan fungsi intermediasi atau kucuran kredit. “Karena mereka takut jadi kredit macet atau non performing loan (NPL),” pungkasnya.

Untuk itu, BI perlu cermat dalam memutuskan suku bunga acuan atau Bank Indonesia-7 Day Reserve Repo Rate (BI-7DRRR). Banyak negara mengerek suku bunga acuan guna menaklukan inflasi.

Dikhawatirkan, BI melakukan hal yang sama lantaran inflasi September 2022 sudah menyentuh 5,95 persen (yoy). Kalau itu benar, Indonesia semakin dekat dengan resesi ekonomi. “Jika kenaikannya di atas 50-75 basis poin dalam beberapa bulan ke depan, maka kontraksi ekonomi sangat memungkinkan terjadi (resesi ekonomi),” pungkas Bhima.

Back to top button