Market

BI Kerek Suku Bunga Acuan 6,25 Persen, Pengusaha Semakin Sulit Berkembang


Keputusan Bank Indonesia (BI) mengerek naik suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6,25 persen, membuat dunia usaha sulit berkembang.

Selain itu, BI juga mematok suku bunga Deposit Facility naik ke posisi 5,50 persen, dan Lending Facility sebesar 7 persen. “Ini berat untuk sektor usaha,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani dikutip Sabtu (27/4/2024).

Dia mengatakan, Apindo sangat memahami dan menghormati keputusan yang diambil BI untuk menaikkan suku bunga acuan, menjadi 6,25 persen. Meski begitu, kebijakan tersebut, sangatlah tidak ideal.

“Kebijakan ini memang tidak ideal bagi pelaku usaha karena berpotensi semakin menambah beban usaha dan men-discourage perluasan kinerja usaha,” kata Shinta.

Shinta mengatakan, Apindo menilai kenaikan suku bunga ini merupakan kebijakan yang diambil sebagai upaya pemerintah untuk menciptakan stabilitas nilai tukar secara lebih cepat.

“Khususnya karena pelemahan nilai tukar yang terjadi 2 minggu terakhir semakin mengkhawatirkan. Jadi kami berupaya mendukung kebijakan ini,” lanjutnya.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 berada dalam rentang 4,80 persen (year on year/yoy) sampai dengan 5,20 persen (yoy).

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 berada dalam rentang 4,80 persen (year on year/yoy) sampai dengan 5,20 persen (yoy).

Shinta berharap setelah naiknya suku bunga acuan ini, nilai tukar rupiah bisa menjadi lebih stabil atau menguat dalam waktu dekat.

“Sedapat mungkin kami berharap pemerintah bisa menjaga daya saing dan affordability suku bunga pinjaman usaha riil di dalam negeri, serta kelancaran arus pendanaan usaha kepada sektor riil, khususnya sektor riil yang terkena dampak negatif signifikan dari kondisi geopolitik dan pelemahan nilai tukar saat ini,” jelasnya.

Bukan tanpa sebab, menurutnya hal itu agar industri tetap dapat memiliki kinerja yang baik dan tidak semakin memburuk. Dalam hal ini, pemerintah perlu memperhatikan kebijakan kenaikan suku bunga menjadi instrumen kebijakan last resort.

Jangan pula dilakukan terlalu sering, karena saat ini saja, suku bunga pinjaman riil di Indonesia, sangat tidak bersaing atau kompetitif dengan negara-negara lain di kawasan.

“Kita juga masih punya kebutuhan untuk mendongkrak pertumbuhan hingga ke target 5,2 persen berdasarkan APBN 2024. Target ini akan sulit dicapai bila suku bunga terlalu tinggi atau tidak affordable, sementara kondisi geopolitik juga turut menekan potensi investasi dan perluasan usaha,” tukasnya.

“Jadi sebisa mungkin beban-beban terhadap penciptaan perluasan kinerja usaha, investasi, dan ekspor pada pelaku usaha dalam negeri harus ditingkatkan efisiensinya, bukan ditambah,” tutup Shinta.

 

Back to top button