Market

Beda Tafsir Putusan MK, Buruh dan Pengusaha Sama-sama Ngotot Soal UMP 2022

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, keputusan MK terkait UU Cipta Kerja, tidak serta merta membatalkan aturan UMP 2022 yang ditetapkan pemerintah.

Dikatakan Ketua Umum Apindo, Hariyadi B. Sukamdani, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang revisi UU Cipta Kerja selama 2 tahun, tidak lantas membatalkan aturan UMP 2022 yang telah disusun Kementerian Ketenagakerjaan. Dalam hal ini, putusan MK hanya untuk merevisi hukum formilnya, sehingga tidak membatalkan substansi materinya.

Walaupun dalam putusan MK terdapat poin penundaan pembentukan peraturan turunan dari UU Cipta Kerja, hingga selesai direvisi, Hariyadi menegaskan, untuk peraturan yang sudah dikeluarkan tetap berjalan. “Memang ada klausul yang menyampaikan bahwa turunan dari UU Cipta Kerja yang belum dikeluarkan itu diminta untuk ditunda dulu sambil menunggu revisinya, tapi yang sudah keluar itu tetap berjalan. Itu pemahaman yang kami pahami dari keputusan itu,” ujarnya dalam Konferensi Pers Aksi Mogok Nasional, Kamis (25/11/2021).

Salah satu peraturan turunan tersebut adalah aturan mengenai upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022 yaitu PP No. 36 Tahun 2021. Dia mengatakan, aturan tersebut tidak akan berpengaruh terhadap penetapan UMP 2022 yang sudah dilakukan. “Termasuk yang terkait upah minimum, upah minimum sudah tercantum di PP No. 36 Tahun 2021 karena sudah keluar ya itu tetap berjalan. PP 36 tidak serta merta dibatalkan dengan adanya revisi yang diamanatkan oleh MK, kalau yang belum diterbitkan oleh putusan MK ditunda sampai revisi hukum formil direvisi,” jelasnya.

Kata dia, penetapan UMP 2022 sudah mutlak dan tidak bisa lagi didiskusikan dengan pekerja. Dalam hal ini, Apindo tidak memiliki wewenang untuk membicarakan UMP lagi karena sudah ada peraturannya. “Kami tidak dalam posisi membuka ruang dialog, karena ini sudah berbentuk regulasi yang ada. Kami tidak mempunyai kapasitas untuk membicarakan upah minimum lagi kecuali dalam struktur skala upah kalau itu memang betul, karena masing-masing perusahaan memiliki karakter usaha dan kapasitas usaha yang berbeda-beda,” tegasnya.

Di pihak buruh, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menafsirkan bahwa keputusan MK yang menetapkan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, memberikan dampak kepada penetapan UMP 2022.

Said berharap, kepala daerah mulai gubernur hingga bupati dan wali kota berani se-Indonesia, menolak SK Menaker Ida tentang Upah 2022. Karena, MK telah menetapkan UU Cipta Kerja inkonstitusional. “Cabut SK tentang UMP 2022. Selanjutnya para kepala daerah mengacu kepada UU No 13/2003 No 13 tentang Ketenagakerjaan dan PP 78/2015 tentang Pengupahan,” tuturnya.

Selanjutnya, kata Said, KSPI dan seluruh elemen buruh meminta kebijaksanaan para kepala daerah untuk menaikkan UMP (provinsi), UMK (kabupaten/kota) sebesar 4%-5%. “Ini angka kompromi kami,” ungkapnya.

saja ditetapkan Kementerian Ketenagakerjaan itu, harus ditangguhkan. Alasannya, penetapan upah pekerja 2022 mengacu kepada UU Cipta Kerja yang ditetapkan MK harus direvisi dalam 2 tahun.

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button