Market

Bantah Kritikan Utang JK, Anak Buah Sri Mulyani Keluarkan 10 Poin Ini

Polemik cicilan utang era Presiden Jokowi yang dihembuskan mantan Wapres Jusuf Kalla (JK) sebesar Rp1.000 triliun/tahun, terus mengemuka.

Kini, anak buah Sri Mulyani, yakni Yustinus Praswoto selaku Staf Khusus Menteri Keuangan, membeberkan 10 bantahannya melalui akun twitter @prastow.

“Sepuluh Fakta Keras tentang Utang Indonesia! Ini sekaligus tanggapan untuk Pak @Pak_JK dan mereka yang sering membahas nominal utang tapi sengaja mengabaikan fakta di sekitarnya. Saya kupas tuntas di Hari Lahir Pancasila!” cuit Prastowo, Jumat (2/6/2023).

Pertama, tulis Prastowo, pemerintah tidak mengeluarkan Rp1.000 triliun/tahun untuk membayar utang, seperti disampaikan JK. Di mana, pemerintah sangat berhati-hati dan terukur dalam membayar pokok dan bunga utang.
“Transparan tiada yang perlu ditutupi, sudah diaudit BPK,” cuitnya.

Kedua, rasio utang terhadap PDB turun dari 39,57 persen pada Desember 2022, menjadi 39,17 persen per April 2023. Dia menuding, kebijakan penanganan pandemi COVID-19 serta pemulihan ekonomi, meningkatkan rasio utang. Pada 2020 mencapai 39,4 persen naik menjadi 40,7 persen pada 2021.

“Kemampuan recovery yang baik membuat ekonomi Indonesia mampu bangkit, sekaligus menurunkan debt ratio. Pada 2021, rasio utang Indonesia 40,7 persen, jauh di bawah rerata emerging market. China bahkan menyentuh 71,5 persen,” ungkapnya.

Ketiga, pemerintah patuh pada aturan fiskal. Konsekuensinya, kenaikan PDB lebih besar daripada utang, di saat mayoritas negara ASEAN dan G20 mengalami kenaikan utang yang lebih tinggi dari PDB.

Keempat, adanya efek pengganda yang besar dari utang. Ia mengklaim pada 2018-2022, saat dunia krisis karena pandemi, utang RI mampu menghasilkan multiplier effect bagi perekonomian sebesar 1,34. Capaian ini lebih baik dibandingkan banyak negara, termasuk AS, Tiongkok, dan Malaysia.

Kelima, 73 persen utang dalam bentuk rupiah lantaran berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) sehingga menekan risiko tekanan saat rupiah melemah. Keenam, risiko utang menurun, ditandai dengan debt service ratio (DSR) sebesar 47,3 persen di 2020 menjadi 34,4 persen pada 2022 dan 28,4 per April 2023.

“DSR adalah rasio pembayaran pokok dan bunga utang dengan pendapatan. Interest ratio (rasio pembayaran bunga utang terhadap pendapatan) juga menurun, dari 19,3 persen pada 2020 menjadi 14,7 persen pada 2022 dan 13,95 persen per April 2023. Penurunan DSR dan IR ini menunjukkan kemampuan APBN dalam membayar biaya utang (pokok dan bunga) semakin menguat,” imbuh Prastowo.

Ketujuh, RI dipercaya mengelola utang karena lembaga pemeringkat kredit ternama memberi rating BBB/Baa2 untuk Indonesia dengan proyeksi stabil saat banyak negara mengalami turun peringkat.

Kedelapan, manfaat utang lebih besar. Ia menyebut sepanjang 2015-2022, penambahan utang sebesar Rp5.125,1, lebih rendah dibanding belanja prioritas seperti perlinsos, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur, sebesar Rp8.921 triliun.

Kesembilan, aset tumbuh melebihi penambahan utang. Terakhir, utang BUMN bukanlah beban APBN. “Mengacu pada UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, segala utang yang timbul atas corporate action merupakan tanggung jawab BUMN yang bersangkutan dan bukan merupakan utang negara,” pungkasnya.

Mengingatkan saja, JK menyebut era Jokowi harus menyediakan anggaran hingga Rp1.000 triliun untuk mencicil utangnya. Angka ini disebutnya sebagai angka terbesar sepanjang Indonesia merdeka.

“Pak AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) tadi mengatakan utang besar, betul. Setahun bayar utang lebih Rp1.000 triliun, terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka,” kata JK dalam Milad ke-21 PKS di Istora Senayan, Sabtu (20/5/2023).

Back to top button