News

Babak Akhir Perjuangan Pita Limjaroenrat, Meraih Kursi PM Thailand

Perjuangan pemimpin Partai Move Forward (MFP) Thailand, Pita Limjaroenrat, memasuki babak akhir. Ia berkesempatan untuk mengukuhkan diri sebagai Perdana Menteri (PM) Thailand pada putaran kedua pemilu.

Upaya Pita Limjaroenrat untuk menjadi PM negeri gajah putih cukup berat, mengingat Mahkamah Konstitusi Thailand telah memutus bahwa dirinya melakukan kejahatan pemilu, dan menangguhkan dari tugas parlementernya, demikian dilansir DW, Rabu (19/7/2023).

Sejatinya Pita Limjaroenrat mampu meraih posisi pertama dalam pemilihan umum bulan Mei lalu. Tapi secara mengejutkan, ia gagal mendapatkan dukungan dari para senat karena tidak setuju dengan gagasan kampanye partainya.

Pihak pengadilan pun menyatakan akan mempertimbangkan petisi Panitia Pemilihan yang akan mendiskualifikasi status Pita sebagai anggota parlemen.

Kemudian pada Senin (17/7/2023) lalu, Pita mengatakan bahwa dia akan kembali mencalonkan diri di putaran kedua, namun ia juga menyatakan kalau akan mengizinkan seorang kandidat dari partai koalisinya untuk mencalonkan diri, jika Pita gagal mengumpulkan suara dukungan.

Calon lainnya yang dimaksud kemungkinan besar berasal dari Partai Pheu Thai, yang meraup 141 kursi dalam pemilu, yakni 10 kursi lebih sedikit dari 151 kursi yang diraih MFP.

Pakar politik dari Universitas Ubon Ratchathani, Saowanee T. Alexander mengatakan jika Pita atau kandidat dari Pheu Thai tidak mampu memenangkan suara parlemen, akan ada tekanan untuk membentuk koalisi baru dengan menambahkan mitra yang kurang liberal.

Apabila kondisi ini terjadi, menurutnya, MFP tentu akan menarik diri untuk tidak mendukung pemerintahan dengan partai-partai yang tercemar oleh hubungan sembilan tahun dukungan militer. “Saya pikir mereka (MFP) lebih bersedia untuk keluar dari posisi mereka sendiri dan menghormati apa yang telah mereka umumkan kepada para pemilih dalam kampanye menjelang pemilu,” ujarnya.

Diketahui, koalisi Pita terbentuk dari delapan partai, yang berhasil mengumpulkan total 312 kursi di DPR, dengan mayoritas anggota parlemen terpilih. Namun, untuk menjadi PM, dibutuhkan setengah dari pemungutan suara gabungan dari total 740 anggota parlemen dan senat. Koalisi delapan partai tersebut hanya mampu mengumpulkan 324 suara minggu lalu, jauh di bawah 376 suara yang dibutuhkan.

Sekadar informasi, Partai MFP besutan Pita berkampanye dengan janji untuk mengubah undang-undang mengenai penghinaan atau ancaman bagi kerajaan Thailand, yang dianggap sebagai tindakan ilegal. Para kritikus mengatakan bahwa undang-undang tersebut, yang memiliki ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara, disalahgunakan sebagai senjata politik.

Agenda MFP yang sukses menarik perhatian para pemilih muda, juga mengupayakan adanya reformasi, yang akan mengurangi pengaruh militer dalam dunia politik Thailand. Sejauh ini, pemerintah militer telah melakukan puluhan kudeta sejak Thailand menjadi negara monarki konstitusional pada tahun 1932, dan monopoli bisnis besar-besaran.

Back to top button