News

Aturan Ambang Batas Presiden Menyuburkan Politik Transaksional

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengatakan politik transaksional dalam pesta demokrasi merupakan hal lazim terjadi.

Bukan rahasia umum lagi, politik transaksional yang kini disebut sebagai ongkos politik menjadi pekerjaan rumah besar yang belum terselesaikan.

“Oh ada, ada, pasti ada. Ada! Semua orang tahu ada. Kita tidak boleh menutup-nutupi, enggak boleh. Ini harus diperbaiki,” kata Zulhas dalam tayangan Youtube podcast Close The Door milik Deddy Corbuzier, Rabu (11/1/2023).

Zulhas menambahkan, masyarakat saat ini masih terpengaruh dengan ongkos politik. Sehingga, perlu ada perubahan sistem, salah satunya menghapus aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen.

“Walupun enggak semua, tapi itu menentukan. Walaupun sekarang bergeser, kalau dulu disebut money politik sekarng disebut ongkos politik. Tapi ongkosnya mahal,” terang Zulhas.

“Sistemnya perlu diperbaiki. Misalnya 20 persennya ya jangan syaratnya 20 persen pilpres, saya nol dari dulu. Karena UU mengatakan capres itu diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik,” tandas dia menambahkan.

Eks Ketua MPR ini juga mengungkapkan demokrasi Indonesia menjadi tidak sehat akibat ongkos politik yang menghantui tiap pesta demokrasi.

“Sekarang begini. Saya di TPS itu mau menghitung, misalnya mau jadi Gubernur nih. Kan mesti ada saksi dong. Dulu saksi itu Rp20 ribu cukup, Rp50 ribu udah mewah. Sekarang Rp200 ribu saja belum cukup,” ujar Zulhas.

Zulhas kemudian mengaku tak habis pikir dengan persoalan tersebut. “Bayangkan kalau di Jawa Barat saksinya 100 ribu kalau 200 ribu berapa sudah? Mahalnya minta ampun,” tutup dia.

Back to top button