News

Apakah Golput dalam Pemilu bisa Dipidana?


Golput (Golongan Putih) adalah istilah selalu muncul setiap kali musim pemilu yang diadakan 5 tahun sekali.

Golput sendiri adalah sebutan untuk kelompok orang yang tidak mau memilih salah satu partai peserta pemilu atau salah satu calon peserta pemilu.

Atau sederhanya, mereka adalah orang-orang yang tidak mau menggunakan hak suaranya dalam pemilu.

Pada tahun 2019, angka pemilih Golput menurun menjadi hanya sekitar 34,7 juta orang, jjika dibandingkan pada pemilu 2014, di mana jumlah pemilih Golputnya mencapai 58,61 juta orang.

Calon presiden, terutama yang memperoleh survei elektabilitas rendah, seperti Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo harus berhati-hati dengan angka Golput ini.

Untuk dapat bersaing di kontestasi pemilu, mereka harus mampu menggaet kelompok yang selama ini memilih Golput untuk dapat mendongkrak hasil perolehan suara mereka pada Pemilu 2024.

Berdasarkan wilayahnya, Jawa Barat tercatat menjadi provinsi dengan jumlah Golput terbanyak, yakni sekitar 5,8  juta jiwa atau sekitar 17,43 persen dari total pemilih di Jawa Barat.

Lalu bagaimanakah hukum melihat kaum yang tidak menggunakan hak pilihnya ini, apakah pemilih Golput bisa terancam hukuman pidana?

Hukum Memilih dan Dipilih

Aksi Golput berkaitan hak politik (political right), yakni hak-hak yang diperoleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai seorang anggota organisasi politik, mencakup hak memilih dan dipilih, mencalonkan diri, serta memegang jabatan umum dalam negara.

Beberapa undang undang yang mengatur hak memilih adalah sebagai berikut:

1. Pasal 43 UU HAM

Hak rakyat dalam turut serta dalam pemerintahan telah diatur dalam Pasal 43 ayat 1 sampai 3 UU HAM yang berbunyi:

  1. Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
  3. Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan. 

2. UU No.7 Tahun 2017

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) pada Pasal 198 ayat (1) juga telah dijelaskan bahwa:

 “Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih.”

Lalu, apakah orang-orang yang memilih golput berarti melanggar hukum dan dapat terkena sanksi pidana?

Apakah Golput Melanggar Hukum?

Hukum Negara Indonesia telah secara adil mengatur hak suara setiap warga negara, termasuk juga hak seseorang untuk tidak menggunakan hak suaranya.

Hal ini diatur dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28E Ayat (2) yang berbunyi:

”Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” 

dan pada Ayat (3) yang berbunyi:

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.

Sehingga dapat disimpulkan, tidak memilih dalam pemilu atau golput adalah bagian dari hak warga negara untuk mengekspresikan pikirannya, dan dengan ini maka golput bukanlah tindakan yang melanggar hukum.

Namun, jika Anda mempengaruhi atau mengajak orang lain supaya tidak menggunakan hak pilihnya, maka ada hukum pidana yang mengatur ini dalam UU Pemilu Pasal 515 UU Pemilu yang berbunyi:

“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”

Perlu diperhatikan, kata “menjanjikan atau memberikan” pada pasal di atas maksudnya adalah inisiatifnya harus berasal dari pelaksana dan tim Kampanye Pemilu yang menjanjikan dan memberikan untuk mempengaruhi pemilih.

Sedangkan yang dimaksud dengan “materi lainnya” tidak termasuk atas pemberian barang-barang yang merupakan atribut Kampanye Pemilu.

Barang-barang yang tidak termasuk diantaranya adalah, kaus, bendera, topi dan atribut lainnya serta biaya makan dan minum peserta kampanye, biaya transport peserta kampanye, biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog, dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

.

.

Baca berita dan artikel menarik lain Inilah.com di Google News.

Back to top button