News

Al Jazeera Ungkap Napak Tilas Jokowi, Warga Kini Kecewa dengan Warisannya


Situasi politik termasuk perkembangan sikap Presiden Joko Widodo terhadap pemilihan presiden mendapat perhatian dari media asing. Seperti laporan dari Al Jazeera yang mengungkapkan napak tilas keberhasilan Jokowi di Solo namun kini masyarakat harus kecewa dengan warisan politiknya.

Media yang berkantor pusat di Qatar itu mengungkapkan sepak terjang Jokowi dimulai ketika ia menjabat sebagai Wali Kota Surakarta (Solo). Al Jazeera mengungkapkan, di kota Solo, Jokowi memulai karirnya di bidang politik, menjadi wali kota pada 2005 dan menjabat selama tujuh tahun sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta dan, akhirnya, pada tahun 2014, menjadi presiden. Banyak warga Solo yang menggambarkan presiden sebagai “teman pribadi” dan dapat menunjukkan foto-foto saat ia mengunjungi rumah atau lingkungan mereka.

Masa jabatan terakhir Jokowi sebagai presiden akan berakhir tahun ini setelah masyarakat Indonesia melakukan pemungutan suara untuk memilih pemimpin berikutnya pada 14 Februari. Berakhirnya masa jabatan keduanya merupakan kesempatan tidak hanya bagi masyarakat Solo tetapi juga bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan untuk merefleksikan warisan sosok pria pertama yang bangkit dari luar elite politik tradisional untuk memimpin negara.

Pasar Notoharjo

Di awal karir politiknya, Jokowi yang terkenal memiliki bisnis furnitur sebelum menjadi politisi ini dipuji sebagai angin segar. Salah satu kehebatan kepemimpinan Jokowi sebagai Wali Kota Solo adalah perundingannya dengan para pedagang pasar yang berjualan di sekitar monumen di kota tersebut, sehingga menyumbat jalan-jalan di sekitarnya dan menyebabkan kemacetan.

Pada saat itu, para pejabat Indonesia mempunyai reputasi atas kebijakan-kebijakan yang keras dan kurang mempertimbangkan kebutuhan masyarakat setempat. Jokowi mendapat pujian ketika ia bertemu langsung dengan para pedagang dan menengahi solusi untuk memindahkan mereka ke Pasar Notoharjo, sekitar 10 menit jauhnya, di mana mereka akan memiliki tempat khusus untuk menjual barang-barang mereka.

Edy Saryanto, salah satu pedagang elektronik di Notoharjo, mengatakan, Jokowi sudah empat atau lima kali bertemu langsung dengan para pedagang tersebut untuk membicarakan langkah tersebut. Itu adalah sikap yang dia hargai. “Jokowi mengatakan kepada saya, ‘Jangan khawatir, pemerintah ada di sini untuk memfasilitasi hal ini’. Mereka ingin mencari win win solution dan mereka mencapainya,” kata Saryanto.

Ia pindah ke Notoharjo pada tahun 2007 dan mengatakan bahwa keuntungannya meningkat secara signifikan. Pedagang pasar lainnya pun mengamini hal tersebut, termasuk Ferry Setiawan yang berjualan suku cadang mobil dan sepeda motor. “Sebagai Wali Kota, dia [Jokowi] berhasil dan tidak ada konflik antarpihak saat perpindahan tersebut. Kami sangat sukses dan keuntungan kami meningkat tiga kali lipat,” katanya kepada Al Jazeera.

Untuk mempermanis kesepakatan tersebut, Jokowi memberi setiap pedagang sekitar Rp5 juta untuk membantu mereka selama pindah dan memungkinkan memulai usaha dari awal di lokasi baru. “Saya katakan 95 persen pedagang berhasil setelah pindah,” kata Setiawan. “Saya senang karena dia membantu orang-orang yang membutuhkan bantuannya. Jokowi selalu ada untuk rakyat ketika berada di Solo.”

Setelah para pedagang pasar dipindahkan dari monumen, pasar tersebut dijadikan taman dengan tempat bermain anak-anak dan menjadi salah satu tempat rekreasi terpopuler di Solo.

Slamet Raharjo, yang juga sahabat karibnya mengatakan, ambisi Jokowi memperbaiki ruang hijau di Solo terinspirasi dari kunjungannya ke negara lain. “Dia ingin berbuat yang terbaik untuk Solo dan meningkatkan perekonomian. Dia sering pergi ke luar negeri dan melihat betapa orang-orang di negara lain suka berjalan kaki, jadi dia membangun trotoar dan taman agar orang-orang di sini bisa melakukan hal yang sama. Transportasi umum juga dia perbaiki agar Solo bisa berkembang,” ujarnya.

Raharjo pertama kali bertemu Jokowi ketika keduanya berkecimpung dalam bisnis furnitur dan mengatakan bahwa Jokowi sepertinya merupakan awal baru bagi Solo, terjun ke dunia politik sebagai kandidat langka bukan berasal dari elit politik atau agama. “Solo adalah kota yang unik dan saat itu kita membutuhkan sosok segar yang tidak memiliki rekam jejak negatif,” kata Raharjo. “Dia bekerja sangat keras untuk kami.”

Masalah yang Tidak Menyenangkan

Namun meski warga terus mendukung Jokowi, skeptisisme mereka semakin meningkat seiring dengan semakin majunya sosok Jokowi di dunia politik. Saat bersiap untuk meninggalkan kursi kepresidenan, kini muncul kekecewaan. “Saya adalah pendukung kuat beliau saat menjadi presiden dan saya bangga karena beliau berasal dari Solo,” kata pedagang pasar Ferry Setiawan. “Tetapi pada akhirnya, dia belum menjadi pemimpin yang baik.”

Setiawan mengatakan salah satu permasalahan yang paling mencolok dalam kepemimpinan Jokowi adalah keputusan Mahkamah Konstitusi yang kontroversial tahun lalu mengenai batasan usia minimum bagi calon presiden dan wakil presiden.

Mahkamah Agung, yang dipimpin oleh saudara ipar Jokowi, Anwar Usman, mengizinkan mereka yang sebelumnya menjabat sebagai pejabat terpilih mencalonkan diri untuk jabatan tinggi meskipun mereka berusia di bawah usia minimum resmi yaitu 40 tahun. Keputusan tersebut memungkinkan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang berusia 36 tahun, untuk mencalonkan diri sebagai pasangan calon presiden, Prabowo Subianto.

“Saya kecewa,” kata Setiawan. “Tidak ada demokrasi dalam putusan MK. Saya merasa malu dengan nepotisme yang terlihat jelas, namun karena ini adalah masa jabatannya yang kedua, mungkin Jokowi merasa perlu menemukan cara untuk mempertahankan kekuasaannya. Mungkin semua orang akan melakukan hal yang sama dan berusaha menjaga anak-anak mereka.”

Raharjo juga mengaku kesulitan memahami sahabat karibnya yang diduga menjadi pendorong tiba-tiba Gibran terjun ke dunia politik. “Sebelumnya, saya biasanya bisa membaca pikirannya,” kata Raharjo.

“Tetapi sekarang sulit bagi saya untuk mengikuti proses pemikirannya. Semua teman dekatnya bingung tapi kami tidak kaget. Jika Jokowi ingin melakukan sesuatu, dia pasti sudah memperhitungkan semuanya dan mempertimbangkannya dalam hati. Jika dia mengambil posisi politik seperti itu, pasti ada alasannya.”

Spekulasi – yang kemudian terhapus – bahwa Jokowi mungkin mencoba untuk mendapatkan masa jabatan ketiga juga membuat para pendukungnya ketakutan. Berdasarkan konstitusi Indonesia, presiden hanya dapat menjabat dua periode, atau maksimal 10 tahun.

“Awalnya saya dengar dia mencoba memperpanjang masa jabatan presiden untuk periode ketiga karena pandemi. Itu tidak bagus,” kata Setiawan. “Dia seperti sahabat saya, tetapi sekarang, saya tidak menyukai kebijakannya.”

Sumber lain di Solo, termasuk anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), partai yang mendukung kepresidenan Jokowi, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Jokowi telah mengirim perwakilan untuk meminta Megawati Soekarnoputri, ketua PDI-P, untuk meminta izin mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga. Namun permintaan tersebut ditolak setelah Megawati menganggapnya “inkonstitusional”.

Jokowi selalu membantah aspirasinya untuk menjabat untuk ketiga kalinya atau bahwa ia terlibat langsung dalam negosiasi apa pun mengenai masalah tersebut, masih mengutip Al Jazeera.

Kesuksesan Ekonomi

Konsultan manajemen sekaligus warga Solo, Indrawan, pun merasa berkonflik dengan presiden yang akan lengser. “Jokowi adalah wali kota yang luar biasa dan saya bertemu dengannya hampir setiap hari, tetapi ketika dia menjadi gubernur [Jakarta], dia berubah dan saya jarang bertemu dengannya setelah itu. Sepertinya dia bukan orang yang sama lagi,” katanya.

Seperti masyarakat lain di Solo, Indrawan sangat kritis terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi namun menambahkan bahwa ada masalah lain yang harus diwariskan oleh Jokowi, termasuk meningkatnya korupsi.

Indonesia kini menjadi negara yang lebih korup dibandingkan saat Jokowi menjabat, dengan peringkat 115 dari 180 negara yang disurvei. Pada tahun 2014, ketika Jokowi terpilih, Indonesia berada di peringkat 107 dari 175 negara menurut Transparansi Internasional.

Sejumlah menterinya juga menghadapi tuduhan korupsi yang masih dalam penyelidikan atau telah dijatuhi hukuman penjara, sehingga memicu kritik di Solo bahwa presiden membiarkan korupsi tumbuh subur.

Di antaranya mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate, mantan Menteri Sosial Idrus Marham, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, dan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.

Popularitas masih Tinggi

Terlepas dari kekhawatiran mengenai proses demokrasi dan korupsi, Jokowi tetap populer di seluruh Indonesia, dengan jajak pendapat menunjukkan bahwa tingkat dukungan terhadap dirinya setelah ia meninggalkan jabatannya adalah sekitar 80 persen.

Natalie Sambhi, direktur eksekutif Verve Research, sebuah lembaga pemikir independen yang berfokus pada keamanan Asia Tenggara, dan Senior Fellow di Asia Society Policy Institute, mengatakan bahwa hal ini adalah hasil dari “elemen warisannya yang lebih sukses.” “Hal yang paling menonjol adalah upaya beliau yang tak kenal lelah dalam melakukan pembangunan melalui peningkatan infrastruktur, investasi yang lebih besar, pengurangan birokrasi dan penciptaan lapangan kerja,” katanya.

Tahun lalu, perekonomian tumbuh lebih dari 5 persen. “Tapi kita tentu bisa memperdebatkan apakah cara yang diambil Jokowi untuk mencapai tujuannya, yaitu undang-undang yang kontroversial, melemahnya beberapa lembaga demokrasi, dan mengangkat putranya sebagai calon wakil presiden, sudah benar atau adil.”

Ketika Jokowi bersiap untuk meninggalkan jabatannya, tampaknya sebagian dari mereka yang paling terkena dampak dari warisan rumitnya adalah masyarakat Solo. “Saya sangat kecewa padanya,” kata konsultan manajemen Indrawan.

Back to top button