News

Akses Ditutup? Simak Aturan Tanah untuk Jalan Umum Ini

Warga Ponorogo, Jawa Timur dihebohkan dengan video viral yang menampilkan penembokan jalan di Jalan Gajah Mada, Ponorogo. Sebanyak 13 kartu keluarga (KK) terdampak akibat penutupan jalan itu.

Dilansir dari berbagai sumber, warga yang membangun tembok setinggi 4 meter itu adalah Bagus Robyanto, selaku pemilik tanah setempat.

Roby mengaku kepada media bahwa tindakannya ini adalah bentuk sanksi sosial yang diberikan warga setempat kepada keluarganya.

Awal perkara terjadi pada tahun 2019 saat Roby menolak tuntutan warga untuk memecah surat bersertifikat itu menjadi jalan umum. Meski menolak, Roby tetap memberikan akses jalan kepada warga setempat.

Pasca gugatan itu, Roby mengaku keluarganya mendapat perlakuan tidak baik dari warga setempat. Kepada Kompas, Roby mengaku keluarganya dikucilkan, mulai dari ditolak arisan PKK dan dasawisma, tidak dilibatkan dalam kegiatan masyarakat, tahlilan, kenduren, hingga manten.

Bahkan dirinya juga mengaku kendaraan pengambil sampah yang melewati rumahnya tidak pernah mengambil sampah dari rumahnya. Akhirnya dia dan keluarga harus membuang sampah sendiri ke tempat pembuangan sampah (TPS).

Warga terdampak tidak sepenuhnya terisolasi, sebab ada dua jalan yang bisa dilalui, yaitu sisi timur dan sisi barat. Sisi timur adalah jalan yang ditembok, sedangkan sisi barat tidak.

Namun warga mengeluhkan hal ini karena jalan di sisi timur memiliki akses yang lebih baik, seperti bisa dilalui motor dan dekat dengan jalan utama. Sedangkan di sisi barat, mereka harus muter kembali dengan jarak yang cukup jauh dan hanya bisa diakses oleh pejalan kaki saja.

Dari kasus di atas, sebenarnya bagaimana aturan tanah untuk jalan umum? Apakah akses jalan umum hanya dapat dinikmati jika pemilik tanah ikhlas memberikannya? Berikut dasar aturannya berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.

Aturan Tanah untuk Jalan Umum Berdasarkan Hukum
Ilustrasi tanah pribadi jadi jalan umum. Photo: iStockPhoto

Kasus mengenai hak atas akses tanah sudah banyak dijumpai, salah satunya mengenai akses jalan umum yang tertutup akibat adanya pembangunan, baik oleh pemerintah maupun pemilik tanah.

Umumnya, kasus penutupan akses jalan ini terjadi saat masyarakat yang telah lama tinggal dan membangun rumah di suatu lokasi, tiba-tiba tertutup dengan adanya pembangunan dari pemilik tanah.

Hal ini tentu akan merugikan masyarakat yang akses jalannya mendadak tertutup atau ditutupi oleh pembangunan itu. Terlebih lagi jika akses itu adalah jalan satu-satunya yang mereka miliki.

Hal ini tidak seharusnya dialami oleh masyarakat. Sebab sudah ada peraturan yang mengatur mengenai persoalan itu, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) atau biasa disebut dengan Burgerlijk Wetboek (BW).

Dalam Pasal 667 KUHPer menyatakan bahwa seorang pemilik sebidang tanah yang dikelilingi oleh tanah-tanah milik orang lain, dapat menuntut sebagian tanah milik tetangganya untuk dibuatkan akses jalan dengan penggantian kerugian yang seimbang.

Dalam praktik, hakim memakai pasal ini untuk mewajibkan pemilik tanah/rumah untuk menyediakan hak akses bagi hunian yang posisinya tidak memiliki alternatif jalan ke luar.

Sedangkan di Pasal 668 KUHPer mengatur bahwa jalan yang akan dibuat harus yang berjarak paling dekat dengan akses jalan umum. 

Biasanya salah satu pertimbangan hakim mengenai hal ini, selain biaya ganti rugi yang sesuai dengan harga tanah setempat, besar luas tanah yang dituntut harus masuk akal atau sebatas akses keluar masuk bidang tanah yang tertutup.

Namun apabila pemilik tanah.rumah yang dekat dengan jalan umum itu menghiraukan tuntutan yang diajukan, ia dapat digugat atas dasar Perbuatan Melawan Hukum yang diatur dalam Pasal 1365 Perdata:

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

Jadi, masyarakat tidak boleh menutup akses secara tiba-tiba dan merugikan warga setempat yang menggunakan akses jalan tersebut.

Jika dihiraukan, pemilik tanah dapat dituntut melalui jalur hukum dengan gugatan berdasarkan Pasal 667 KUHPerdata dan 668 KUHPerdata tersebut.

Baca berita dan artikel menarik lain Inilah.com di Google News.

Back to top button