Market

Adu Data Beras Nasional, Pakar Pertanian IPB Kritsi Rencana Impor 1,6 Juta Ton


Terkait rencana impor beras 1,6 juta ton, seiring menghilangkan beras premium di pasaran, layak dipertanyakan. Apa benar cadangan beras pemerintah (CDP) benar-benar tak mencukupi?

Pengamat pertanian dari IPB, Prof Andreas Dwi Santosa meyakini bahwa persediaan beras pada tahun ini, mencukupi. Sehingga wajar jika rencana impor beras 1,6 juta ton itu, dipertanyakan.

“Menurut perhitungan saya, persediaan beras di awal 2024 mencapai 6,71 juta ton. Lonjakannnya sangat tinggi dibandingkan awal 2023 yang menurut data Bapanas (Badan Pangan Nasional) sebesar 4,06 juta ton. Jadi, buat apa impor,” papar Andreas, dikutip Jumat (16/2/2024).

Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) ini, heran dengan pola komunikasi dari pemerintah yang sering menyatakan defisit beras di Indonesia. Padahal, sejumlah daerah bakal memasuki musim panen.

“Saya heran, pemerintah selalu bilang, ada defisit beras Januari-Februari sebesar 2,8 juta ton. Berasal dari 1,5 juta ton di Januari dan Februari 1,3 juta ton,” kata Andreas.

“Nah, defisit ini makanya apa sih? Banyak yang belum betul-betul paham. Produksi dalam bulan yang dimaksud dikurangi kebutuhan di bulan yang dimaksud. Sebenarnya, defisit itu hal biasa. Tapi dinarasikan sedemikian rupa sehingga membuat was-was masyarakat awam,” beber Andreas menjelaskan.

Selanjutnya dia menyampaikan soal tata kelola beras di Indonesia yang agak ganjil pada 2023. Kala itu, pemerintah mengimpor beras sebanyak 3,3 juta ton. Alasannya, kemarau El Nino akan menurunkan produksi beras nasional yang signifikan.

Namun, lanjut Andreas, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut penurunan produksi beras 2023 hanya 0,65 juta ton. “Bagaimana cara ngitungnya? Produksi beras kita turun 0,65 juta ton, tapi impornya 3,3 juta ton. Bedanya kok jauh sekali,” kata Andreas.

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan adanya rencana impor beras sebanyak 1,6 juta ton. Alasannya, musim panen mundur dua bulan, sehingga berdampak kepada produksi beras nasional.

“Seharusnya pada Maret-April itu sudah panen raya, sekarang mundur ke April, Mei, dan Juni, sehingga produksi menurun dan pemerintah kemarin memutuskan untuk melakukan impor,” ujar Airlangga di Jakarta, Rabu (14/2/2024).

Selain impor, Airlangga bilang, pemerintah akan meningkatkan distribusi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dari 150 ribu ton, menjadi 250 ribu ton, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu, untuk mempermudah distribusi, paket beras SPHP dikemas ulang dengan berat yang dinaikkan sesuai kebutuhan di daerah.

“Biasanya kan SPHP kiloannya 5 kilogram. Jadi, untuk beberapa wilayah silakan didistribusi dalam kiloan yang lebih besar dan di lapangan diberi kesempatan untuk melakukan pengemasan ulang dari 50 kilogram atau 25 kilogram menjadi 5 kilogram,” ucap Airlangga.

 

Back to top button