News

4,7 Juta Balita di Indonesia Terancam Gagal Tumbuh


BKKBN mencatat bahwa Indonesia adalah rumah bagi 4,7 juta balita yang mengalami stunting atau prevalensinya 21,6 persen pada tahun 2022. 

Mungkin anda suka

Pelaksana Tugas Deputi bidang keluarga berencana dan kesehatan reproduksi BKKBN Sukaryo Teguh Santoso menyampaikan bahwa prevalensi stunting di Indonesia masih cukup tinggi. Hal ini menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia untuk mencapai generasi emas pada tahun 2045. 

“Kekurangan gizi secara kronis selama 1000 hari pertama kehidupan menyebabkan balita-balita yang ada di Indonesia paling tidak saat ini 21,6 persen balita terancam gagal tumbuh, gagal berkembang dan gagal sehat,” jelasnya pada acara temu media virtual Pencegahan Stunting untuk Mempersiapkan SDM Generasi Emas 2045: Studi dan Implementasinya, Jakarta, Kamis (21/12/23). 

Teguh menjelaskan gagal tumbuh ini dengan ciri bertumbuh pendek, gagal berkembang karena pertumbuhan otak yang tidak maksimal, sehingga tingkat kecerdasannya terancam tidak optimal. 

Kemudian juga termasuk gagal sehat karena kurang gizi secara kronis, dan bisa berpotensi terancam alami gangguan penyakit tertentu di masa yang akan datang. 

Dokter Spesialis Kandungan Ni Made Desy Suratih, menekankan pencegahan stunting harus dimulai sejak dari calon ibu, dengan memastikan kesehatan reproduksi dan nutrisi yang baik.

“Lebih dalam lagi, bukan dari kehamilan sebenarnya, itu juga kita bisa cegah sejak dari calon ibu. Jadi mulai dari calon Ibu, pada saat menjelang menjadi ibu, itu kita persiapkan, mulai dari remaja sampai menjadi seorang ibu,” paparnya.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap stunting antara lain adalah usia ibu saat hamil, jarak kelahiran, status gizi ibu, asupan gizi ibu dan anak, infeksi, dan lingkungan.

Dia menyarankan agar ibu hamil dan menyusui mengonsumsi suplemen gizi yang lengkap, tidak hanya zat besi dan asam folat, tetapi juga vitamin dan mineral lainnya. 

Dalam pencegahan stunting tidak hanya melibatkan ibu, tetapi juga ayah, dengan memberikan dukungan dan peran aktif dalam program KB (Keluarga Berencana) dan KS (Keluarga Sejahtera). 

“Banyak penelitian-penlitian yang menyatakan penting micronutrient pra konsepsi. Jadi bicara untuk persiapan generasi yang emas itu, bukan hanya ibunya saja, tapi male factor juga penting,” ujarnya. 

Back to top button