News

Yakini PDIP hanya Gimmick, Pakar: Mustahil Gibran Jadi Cawapres Ganjar

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti mengatakan dengan tegas bahwa perjodohan antara bakal calon presiden (bacapres) Ganjar Pranowo dengan Gibran Rakabuming Raka merupakan satu cita-cita yang tak akan terwujud.

Menurutnya, pencantuman nama Wali Kota Solo tersebut dalam bursa cawapres PDIP yang beberapa waktu lalu disampaikan Ketua DPP PDIP Puan Maharani merupakan strategi politik semata.

“Tidak mungkin menurut saya menduetkan Gibran dengan Pak Ganjar,” kata Ray dalam paparannya dalam acara ‘Ganjar Rebound, Elektabilitas Merangkak Naik, Apakah Jokowi Melirik?’ di Kantor Para Syndicate, Jakarta, Senin (28/8/2023).

Setidaknya, jelas Ray, terdapat dua alasan mengapa pasangan tersebut tidak akan pernah bersatu. Pertama, keduanya berasal dari Jawa Tengah, dimana Gibran berasal dari Surakarta atau yang dikenal dengan Solo, sedangkan Ganjar lahir dan besar di Yogyakarta. “Itu sama sekali tidak strategis untuk calon presiden dengan elektabilitas yang masih dibawah 50 persen,” ujar Ray.

Ray pun menjelaskan bahwa situasi ini pernah dialami oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Boediono yang sama-sama berasal dari Jawa Timur. Namun, ia menyebut keduanya berhasil menduduki kursi eksekutif mengingat elektabilitas yang sudah melebihi 60 persen serta persaingan tersebut merupakan periode kedua SBY. “Jadi ibaratnya persis seperti Pak Jokowi menentukan last minute Pak Ma’ruf Amin sebagai wakil presidennya dan terlalu meresahkan,” jelasnya.

Oleh karena itu, ia menyarankan kepada PDIP untuk mengatur strateginya serupa dengan SBY. Jika tetap ngotot memasangkan keduanya bukanlah satu langkah strategis dalam memenangkan Pilpres 2024.

Alasan kedua, menurut Ray, adalah mereka (Ganjar dan Gibran) memiliki identitas yang sama, berasal dari Jawa Tengah dan di bawah naungan PDIP. Menurutnya strategi tersebut dapat membuat segmentasi pemilih yang hanya berfokus di Jawa Tengah saja.

“Jadinya Jawa Timur, Jawa Barat dan mungkin daerah-daerah lain juga tidak merasa secara emosional terlibat di dalam pilihan-pilihan itu,” ujarnya.

Dan yang terpenting menurut Ray adalah tindakan tersebut tidak sejalan dengan jargon benih perjuangan, yaitu keberagaman Indonesia. Untuk itu, ia menyarakan partai banteng moncong putih tersebut mengubah haluan strateginya sebelum terlambat.

Back to top button