News

Wacana Angkatan Siber TNI, Siapa Pasukan Terbaik Dunia Maya?

Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) mengungkapkan wacana pembentukan Angkatan Siber untuk melengkapi matra Angkatan Darat, Laut dan Udara. Keberadaan matra baru ini mendesak mengingat serangan di dunia maya ini sangat mengganggu kedaulatan negara. Beberapa negara sudah sangat serius mempersiapkan pasukan dunia maya ini.

Kapuspen TNI Laksamana Muda Julius Widjojono mengatakan wacana itu membutuhkan kajian yang mendalam. Jika Indonesia ingin punya angkatan siber, perlu dikaji mendalam mulai dari sumber daya manusia.”Kalau saya melihat ini harus dikaji secara ilmiah,” kata Kapuspen TNI Laksamana Muda Julius Widjojono usai pelantikan Perwira Remaja TNI di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (9/8/2023).

Menurutnya, pembentukan Angkatan Siber memang ideal. Julius menyinggung Amerika Serikat yang telah memiliki US Cyber Com. “Di bawahnya itu ada Navy, Army kemudian Marine dan Air Force, mereka punya,” katanya.

Hanya saja pembentukan Angkatan siber ini perlu disusun lebih baik dari mulai kepangkatan SDM, dari mulai korps, bintara, perwira dan jenjang seterusnya. Bagaimana pula pengembangan kariernya lalu bagaimana nasib dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), di TNI dan Mabes TNI.

Berbagai perubahan di dunia seiring dengan perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi memang mengharuskan TNI untuk memiliki kemampuan pertahanan siber guna peningkatkan daya tangkal dan pencegahan terjadinya perang atau serangan siber. Indonesia sering mendapat serangan dari para ‘Teroris Siber’ sehingga perlu memperkuat pertahanan sibernya.

Singapura sudah mempersiapkan pembentukan angkatan siber selama tujuh tahun. Lalu diresmikan pada Oktober 2022 lalu. Singapura melakukan itu seiring berkembangnya teknologi. Negara singa itu memiliki pasukan berseragam hijau untuk AD, seragam putih untuk AL, seragam biru AU dan abu-abu untuk Angkatan Digital dan Intelijen.

Ancaman Perang Siber

Dunia kini berlomba-lomba memperkuat pertahanannya untuk menjaga kedaulatan negara. Tidak hanya dengan peralatan perang yang sangat canggih seperti rudal, pesawat tempur dan jajaran kapal perang tapi juga dengan memperkuat pasukan siber.

Perang dunia maya telah menjadi masalah keamanan global yang intens di abad ke-21. Bangsa, organisasi, dan terkadang bahkan individu terus berupaya mengobarkan perang dunia maya untuk mendapatkan keuntungan dari negara lain. Serangan siber terus meningkat akhir-akhir ini yang mengganggu kepentingan negara, bisnis dan perorangan.

Apa saja serangan siber? Meskipun ada banyak cara penyerang dapat menyusup ke sistem teknologi informasi, sebagian besar serangan dunia maya mengandalkan teknik yang sangat mirip. Ada beberapa jenis serangan siber yang paling umum berupa malware, pengelabuan, Man-in-the-middle attack (MITM), serangan Denial-of-Service (DDoS) terdistribusi, injeksi SQL, eksploitasi zero-day, tunneling DNS, kompromi email bisnis (BEC), cryptojacking, drive by attack (serangan berkendara), serangan cross-site scripting (XSS), serangan kata sandi, serangan menguping, ancaman orang dalam serta serangan berbasis IoT.

Negara di Dunia Serius Bangun Tentara Siber

Hasil survei National Cyber ​​Power Index (NCPI) 2022 yang dikutip dari Humanize Security, ada beberapa negara dengan pasukan dunia maya terkuat di antaranya Amerika Serikat, China, Rusia, Inggris, Australia, Belanda, Korea Utara, Vietnam, Prancis dan Iran. Dalam menentukan NCPI, tim peneliti mengambil apa yang disebutnya sebagai “pendekatan seluruh negara” untuk menentukan dan memeringkat kekuatan siber. Kelompok tersebut mengidentifikasi tujuh tujuan nasional yang dikejar oleh negara-negara menggunakan sarana siber.

Ketujuh tujuan tersebut adalah, Pengawasan dan Pemantauan Kelompok Domestik; Penguatan dan Peningkatan Pertahanan Siber Nasional; Mengontrol dan Memanipulasi Lingkungan Informasi; Pengumpulan Intelijen Asing untuk Keamanan Nasional; Keuntungan Komersial atau Meningkatkan Pertumbuhan Industri Dalam Negeri; Menghancurkan atau Melumpuhkan Infrastruktur dan Kemampuan Musuh; serta, Mendefinisikan Norma Cyber ​​Internasional dan Standar Teknis.

Amerika Serikat mencapai skor sempurna 100 pada Global Cybersecurity Index (GCI) pada tahun 2022, menempatkannya di peringkat teratas. Ini terkenal karena dedikasinya terhadap keamanan dunia maya dan menjadi salah satu pemain top dunia di bidang ini. Amerika Serikat tetap tak tertandingi. Konektivitas antara pemerintah, bisnis, dan sekolah di dalam ekosistem dunia maya adalah salah satu alasan mengapa Amerika Serikat jauh di depan persaingan.

Kedua adalah China. Pertumbuhan digitalisasi sektor-sektor China telah menjadi kekuatan pendorong kemunculan negara tersebut sebagai negara yang memberdayakan dunia maya. Karena itu pasukan siber China lebih unggul dalam hal perdagangan dan keamanan. China telah mencoba segalanya untuk meningkatkan status ekonominya, termasuk spionase industri. Pemerintah China juga menjadi terkenal karena melembagakan pemantauan online yang meluas terhadap penduduknya.

Urutan ketiga adalah Rusia. Negara ini memiliki sejarah panjang keterlibatan dalam perang dunia maya dan spionase. Rusia memiliki militer yang besar dan didanai dengan baik serta tenaga kerja siber sipil yang besar dan canggih. Rusia diyakini berada di balik banyak serangan dunia maya besar-besaran terhadap AS dan negara lain.

Dalam hal supremasi dunia maya global, Inggris Raya adalah pesaing yang tangguh. Pertahanan dan serangan dunia maya adalah perlindungan kuat organisasi. Sejak 2011, Inggris Raya telah menciptakan Strategi Keamanan Siber Nasional untuk meningkatkan pertahanannya terhadap kejahatan dunia maya. Inggris berupaya meningkatkan pertahanan sibernya dengan mendorong kerja sama antara sektor publik dan swasta serta lembaga akademik.

Berikutnya adalah Australia yang memiliki kekuatan dunia maya yang sedang naik daun. Pemerintah Australia telah membuat inisiatif dan strategi untuk meningkatkan postur keamanan sibernya, termasuk membentuk badan keamanan siber baru dan menyediakan dana US$6,8 miliar untuk mendukung peningkatan ketahanan siber Australia .

Korea Utara memiliki reputasi sebagai salah satu negara dunia maya yang paling maju dan canggih. Negara ini memiliki militer yang besar dan didanai dengan baik serta tenaga kerja siber sipil yang canggih. Korea Utara diyakini berada di balik banyak serangan dunia maya besar-besaran terhadap AS dan negara lain.

Vietnam tak mau malah. Kekuatan dunia maya menjadi komponen utama strategi militer Vietnam dan sangat penting bagi hubungan internasionalnya. Namun, menurut pakar keamanan, kemampuan dunia maya negara itu secara keseluruhan masih tertinggal dari tetangganya seperti China, Korea Utara, dan Korea Selatan.

Prancis terkenal dengan teknologi dan militernya. Negara ini memiliki kehadiran yang relevan baik di sektor sipil maupun militer (seperti halnya Amerika Serikat). Namun, kehadiran Prancis yang kuat dalam pertahanan dunia maya dibayangi oleh kekurangannya dalam serangan dunia maya. Seperti negara -negara bertenaga dunia maya lainnya, ia belum mempertahankan bentengnya di dunia digital.

Sementara Iran memiliki tenaga kerja dunia maya yang besar dan canggih dan telah dikaitkan dengan serangan dunia maya besar-besaran terhadap AS dan negara-negara lain. Negara ini memiliki militer yang besar dan didanai dengan baik serta tenaga kerja siber sipil yang besar dan canggih.

RI Termasuk Negara Tempat Asal Serangan Siber

Uniknya, Tim Cyber ​​Threat Intelligence (CTI) CyberProof pernah melakukan analisis negara paling berbahaya pada tahun 2021. Meski tidak memiliki angkatan siber, jago-jago teknologi Indonesia dikenal rajin melakukan serangan siber kepada negara lain. Tim CTI melakukan penelitian untuk mengidentifikasi asal paling umum dari serangan dunia maya, pada indikator terverifikasi yang terlihat selama serangan. Dalam penyelidikan ini, CTI menggunakan alamat IP yang dilaporkan di feed sumber terbuka – serta di feed premium yang ia pantau.

Berdasarkan penelitian CTI, ada sepuluh negara yang menjadi tempat asal serangan cyber terbanyak, pada tahun 2021, antara lain China (18,83%) Amerika Serikat (17,05%), Brasil (5,63%), India (5,33%), Jerman (5,10%), Vietnam (4,23%), Thailand 2,51%, Rusia (2,46%), Indonesia (2,41%) dan Belanda (2,20%). Artinya Indonesia sudah memiliki kemampuan yang baik untuk melakukan serangan siber.

Back to top button