Hangout

Wabah Gila Jual Ginjal Jalan Pintas Dapat Cuan Mengerikan

“Selama kemiskinan, ketidakadilan, dan ketaksetaraan besar ada di dunia kita, tidak ada dari kita yang benar-benar dapat beristirahat,” kata Nelson Mandela.

Hidup kini semakin sulit. Tidak heran, belakangan banyak orang yang nekat menjual organ dalam tubuhnya hanya untuk bertahan hidup.

Padahal, menjual organ tubuh menjadi suatu risiko besar pada kesehatan seseorang.

Cerminan kutipan dari Nelson Mandela seperti tepat dalam situasi saat ini. Maraknya penjualan organ ginjal ilegal menjadi sebuah hal yang saat ini dianggap jalan pintas untuk mendapatkan sejumlah rupiah yang semakin hari semakin menurun nilainya.

Coba saja kalau tidak percaya, Anda belanjakan uang Rp100 ribu ke sebuah supermarket untuk membeli susu anak atau keluarga kecil.

Uang Rp100 ribu yang biasa dicari pengemudi ojek online seharian dengan mengantarkan penumpang itu hanya bisa untuk bertahan hidup sehari. Hal yang paling menyedihkannya lagi, mungkin saja habis untuk makan di pagi hari sekelompok keluarga kecil.

Perdagangan organ dengan iming-iming mendapatkan uang ratusan juta rupiah ini memang menjadi sebuah hal menggiurkan untuk masyarakat yang terpojok dengan kesulitan ekonomi.

Belum lagi mereka tidak memiliki edukasi yang baik terkait bagaimana tubuh bisa bertahan hidup hanya dengan satu ginjal saja.

Tidak hanya itu, hukum menjual ginjal pun seakan hanya menjadi sebuah rambu-rambu abu-abu.

Karena, menurut Ketua Perhimpunan Transplantasi Indonesia dr Maruhum Bonar Hasiholan Marbun, SpPD, KGH, Undang-Undang (UU) terkait transplatansi ginjal di Indonesia saat ini belum sepenuhnya ideal.

“Komisi transplantasi nasional tapi tenaganya belum tersedia cukup baik, dukungan dari departemen terkait belum ada akhirnya Kemenkes menugaskan beberapa Rumah Sakit saja, seharusnya ada UU terstuktur secara luas,” kata Bonar saat Inilah.com kutip dari acara temu media virtual Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jakarta, Minggu (29/07/2023).

Penjualan organ sangat keji dilakukan apalagi jika tenaga medis terlibat dalam hal itu. Tidak main-main, sanksi profesi pun harus dijalankan agar tindakan keji ini tidak lagi terjadi berulang.

Bonar menegaskan penjualan organ yang melibatkan tenaga medis profesional akan ditindak oleh negara dan akan mendapatkan sanksi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

“Oknum atau tenaga profesional yang baik tidak akan melakukan hal seperti itu, kalau ada laporkan ke polisi, ini sudah menjadi urusan negara dan sudah pasti dapat sanksi IDI juga,” tegasnya.

Ia menambahkan, transplantasi ginjal tidak boleh dikomersialkan namun pada aturan tahun 2021 maupun UU Kesehatan yang baru disebutkan ada penghargaan dari pemerintah untuk pendonor.

“Hanya pemerintah yang berhak memberikan penghargaan tidak boleh swasta karena jatuhnya nanti komersial dan hal seperti ini dikawal oleh tim advokasi untuk masalah transplan dan juga negara,” terangnya.

Lantas, di mana peran pemerintah dalam menjamin hak warga negaranya?

Padahal, jelas tercantum dalam UUD 1945, pada Pasal 27 ayat 2, Setiap warga negara Indonesia memiliki hak atas pekerjaan serta penghidupan yang layak.

Masyarakat yang tidak memiliki kemapanan secara ekonomi menjadi celah yang sangat cepat untuk melakukan transaksi ilegal ini.

Ia menambahkan, transplantasi ginjal tidak boleh dikomersialkan namun pada aturan tahun 2021 maupun UU Kesehatan yang baru disebutkan ada penghargaan dari pemerintah untuk pendonor.

“Hanya pemerintah yang berhak memberikan penghargaan tidak boleh swasta karena jatuhnya nanti komersial dan hal seperti ini dikawal oleh tim advokasi untuk masalah transplan dan juga negara,” terangnya.

Maraknya jual ginjal ilegal ini seiring dengan meningkatnya kasus penyakit hipertensi dan diabetes di Indonesia.

Saat ini menurut data yang dipaparkan Bonar, di Indonesia presentase perkembangan kasusnya per seratus ribu, 3.8 per mil.

“Jadi kalau misal ada 1000 orang tiga sampai empat di antaranya menderita ginjal kronis dan setiap tahun angkanya naik,” ujarnya.

Ia menjelaskan, hipertensi dan diabetes masih menjadi penyebab penyakit ginjal di Indonesia. Selain itu, kurangnya edukasi juga masih menjadi masalah yang perlu diperbaiki.

“Penyebabnya, negara kita hipertensi dan diabetes. Mengapa sampai diabetes? Karena pola hidup. Kembali lagi ke pemberian edukasi bukan hanya dokter, semua tenaga terkait yang bersingunggan dengan kesehatan wajib berikan edukasi ke masyarakat,” terangnya. (Tika/Syahidan)

Back to top button