News

Undang Peneliti BRIN, MIPI Kaji Masa Depan Otonomi Daerah

Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), Sabtu (22/7/2023) untuk kelima kalinya menggelar webinar Pemikiran tentang Masa Depan Otonomi Daerah di Indonesia. Webinar berseri ini dilandasi kegelisahan MIPI terkait perkembangan sistem desentralisasi atau pola hubungan pusat daerah yang belum maksimal. Apalagi sampai kini belum ada daerah yang benar benar mandiri.

Ketua Umum MIPI Bahtiar menyebut, para pakar bersepakat jika desentralisasi merupakan hal yang mutlak bagi bangsa yang beragam dan luas seperti Indonesia. Hanya saja, sejak reformasi tahun 1998, pelaksanaan otonomi daerah masih belum maksimal dan lebih banyak berbicara terkait potensi daratan saja.

“Apalagi bicara wilayah udara. Jangan-jangan memang Undang-Undang Dasar kita itu hanya mengatur bumi, air, tidak mengatur udara begitu. Jadi akhirnya hanya air bening saja, yang laut enggak,” kata Bahtiar.

Dia menilai, harus ada pemikiran besar, terutama desentralisasi otonomi yang tak hanya berkutat pada administratif. Misalnya mendiskusikan terkait desentralisasi politik dan implementasinya yang juga perlu dibahas. Dia berharap ada pemikiran alternatif dan tidak terjebak pada teori-teori yang tidak memberikan perubahan.

“Saya kira harus terbuka pemikiran baru, tidak terjebak dengan pemikiran-pemikiran lama, dan bahkan kita harus mengonstruksi pola hubungan model hubungan pusat dan daerah yang baru,” ujarnya.

Sementara peneliti senior BRIN Lili Romli memaparkan, ke depan otonomi daerah harus diperkuat. Desentralisasi dan demokratisasi harus tumbuh dan berkembang sehingga perlu dilakukan berbagai perbaikan.

Pemerintah pusat menurutnya harus mengembalikan lagi kewenangan yang ditarik kepada daerah, yang disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah. Ada daerah-daerah yang diberikan kewenangan yang luas karena mampu secara ekonomi dan sumber daya manusia, tetapi ada daerah yang tidak diberikan kewenangan luas. Perlu dipertimbangkan otonomi daerah asimetris.

“Dalam konteks otonomi asimetris itu, mungkin yang perlu digagas adalah pengaturannya. Pengaturan tentang kewenangannya itu bahwa undang-undang otonomi daerah secara umum mengatur, kemudian secara detail diatur di dalam undang-undang pembentukan daerah yang bersangkutan,” ungkap Lili Romli.

Back to top button