Market

Tungku Smelter Nikel Meledak, Inilah Profil PT ITSS di Kawasan Industri Morowali


Kecelakaan meledaknya tungku smelter nikel milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) pada Minggu (24/12/2023) dini hari dan menimbulkan korban jiwa dan korban lula-luka para pekerja yang sedang melakukan perbaikan di area tersebut.

Smelter nikel PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) beroperasi di Kawasan Industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Pada Minggu petang, jumlah korban sementara tercatat sebanyak 51 orang dengan 13 orang menjadi korban jiwa yang terdiri dari 7 tenaga kerja Indonesia dan 6 Tenaga Kerja Asing. Korban luka ringan dan berat sebanyak 38 korban luka-luka yang saat ini sedang mendapatkan penanganan medis.

“Akibatnya, ledakan pertama memicu beberapa tabung oksigen di sekitar area ikut meledak,” jelas Kepala Divisi Media Relations PT IMIP, Dedy Kurniawan dalam keterangan resminya, sambil menambahkan jika kebakaran tungku berhasil dipadamkan pukul 09.10 WITA.

Ternyata, smelter nikel PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) bukan pemain hilirisasi baja anti karat sembarangan. Bahkan pada tahun 2021, smelter nikel ini disebut-sebut menyumbang seperempat kebutuhan global.

Berikut profil pemilik smelter nikel yang beroperasi di Morowali Sulawesi Tengah, PT PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS).

Induk PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) berasal dari China atau Tiongkok yang membangun Kawasan Industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Sebanyak 50 persen saham PT ITSS dimiliki Tsingshan Holding Group Company Limited asal China.

Tsingshan Holdings didirikan pada tahun 1988 oleh Xiang Guangda di Wenzhou. Sementara sisanya, dimiliki Ruipu Technology Group Company Limited, Tsingtuo Group Co. Ltd, PT Indonesia Morowali Industrial Park, dan Hanwa Company Limited, demikian mengutip dari laman resmi Kementerian ESDM tentang perusahaan di sektor minerba.
Pabrik smelter nikel dan stainless steel ini adalah perusahaan berskala besar yang bertujuan untuk produksi dan peleburan baja tahan karat.

Saat ini, Dewan Direksi Industri Tsingshan berbasis di Shanghai dan Wenzhou, dan kini mengelola empat grup, yaitu Tsingshan Holding Group Co., Ltd., Shanghai Decent Investment (Group) Co., Ltd., Tsingtuo Group Co., Ltd. dan Eternal Tsingshan Group Co., Ltd., dan lebih dari 100 anak perusahaan.

Grup Tsingshan tidak hanya berinvestasi di Indonesia tapi juga di Singapura, India, Amerika Serikat, dan negara-negara lain, serta mengelola lebih dari 15 anak perusahaan/kantor perwakilan. Untuk proyek terbesar mereka berada di Indonesia beroperasi di Kawasan Industri Morowali Indonesia dengan total luas yang direncanakan 2.000 hektar lebih. 

Perusahaan yang berada di bawah naungan Grup Tsingshan yang ada di Indonesia adalah  PT Taman Industri Indonesia Morowali (IMIP), PT Sulawesi Mining Investment Indonesia (SMI), PT Guangqing Nickel Corporations Indonesia (GCNS), PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), PT Indonesia Ruipu Nichrome (IRNC), PT. Tsingshan Steel Indonesia (TSI), dan PT Dexin Baja Indonesia (DSI).

Untuk produksi tahunan kelompok bisnis ini sebesar 150.000 ton feronikel dan proyek DSI dengan produksi tahunan sebesar 3,5 juta ton baja yang sedang dibangun. Hasilnya, kawasan ini juga telah membentuk rantai industri pertama di dunia yang menghubungkan pertambangan, peleburan nikel-kromium-besi, peleburan baja tahan karat, pengerolan panas, pencucian dan anil asam, pengerolan dingin dan pemrosesan hilir.

Selain itu, terdapat proyek lain seperti pembangkit listrik tenaga panas, piroelektrik, kokas, semi kokas, pembuatan asam, ferrosilikon, silikomangan, dan dermaga logistik tersedia di taman industri ini. 

Jadi kalau ditotal, kapasitas pembangkit listrik terpasang pembangkit listrik milik mereka sendiri lebih dari 2.000 MW, kapasitas produksi feronikel 1,8 juta ton. Belum lagi, kapasitas produksi ferrochromium 300.000 ton, kapasitas pembuatan baja 3 juta ton, dan kapasitas hot rolling 3 juta ton.

Kesimpulannya, bisnis Grup Tsingshan di Indonesia adalah yang terbesar yakni pabrik baja tahan karat dengan rantai industri terlengkap di luar China.

Investasi Grup Tsingshan di Indonesia menjadi salah satu andalan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sebab investasinya mendukung kebijakan hilirisasi sektor minerba yang gencar menerapkan kebijakan melarang ekspor bahan mentah termasuk di sektor mineral khususnya nikel.

Nilai ekspor produk nikel dari hasil hilirisisasi telah mencapai USD33,81 miliar atau Rp504,2 triliun pada tahun 2022. Angka tersebut sebesar naik 745% dari nilai ekspor 2017. Nilai ekspor nikel pada 2017 hanya sekitar USD4 miliar, seperti mengutip laman resmi indonesia.go.id 8 Juli 2023 lalu.

Dalam acara Jakarta Geopolitical Forum VII, di Juni 2023 lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan memaparkan bahwa nilai ekspor produk nikel hasil hilirisisasi telah mencapai USD33,81 miliar atau Rp504,2 triliun (kurs Rp14.915 per USD) pada 2022. Sampai pada April 2023, realisasi nilai ekspor nikel hasil hilirisasi sudah mencapai USD11 miliar atau Rp165 triliun.

Angka tersebut lebih besar 745% dari nilai ekspor pada 2017, ketika Indonesia hanya mengekspor bahan mentah berupa bijih nikel.  “Dulu pendapatan kita hanya USD4 miliar di 2017. Tahun lalu USD34 miliar (Rp504,2 triliun), dan tahun ini saya pikir bisa naik,” ujar Luhut.

Back to top button