News

Tolak Sistem Proporsional Tertutup, Sikap Delapan Parpol Harus Dipertimbangkan MK

Delapan partai politik (parpol) di DPR telah bersepakat untuk menolak terhadap gugatan judicial review sistem proporsional terbuka yang dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sikap dan pandangan ini diharapkan bisa jadi salah satu bahan pertimbangan bagi MK dalam memutuskan gugatan tersebut. Demikian disampaikan Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad.

“Pendapat dari delapan parpol yang mewakili mayoritas parpol dan mewakili mayoritas pemilih di Indonesia tentunya harus menjadi pertimbangan MK,” kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023).

Menambahkan, Ketua Umum (Ketum) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, menyebut gugatan agar pemilu dilakukan secara proporsional tertutup tidak relevan untuk diajukan saat ini.

“Kalau wacana sistem pemilu itu empat tahun, lima tahun sebelum pemilu, mungkin sangat logis, rasional, dan tidak terkesan menyabotase pemilu,” ucapnya.

Sebelumnya, delapan partai yang terdiri dari Partai Golkar, PAN, PPP, PKB, Gerindra, Demokrat, PKS, dan NasDem sepakat untuk menolak wacana sistem proporsional tertutup.

Bahkan, tujuh ketua umum parpol sempat bertemu di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan untuk membahas hal ini dan menyampaikan pernyataan sikap.

“Sehubungan dengan wacana diberlakukannya kembali sistem pemilu proporsional tertutup dan telah dilakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi, kami, partai politik menyampaikan sikap menolak proporsional tertutup,” kata Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto pada pertemuan tersebut, Minggu (8/1/2023).

Sekadar informasi, enam kader partai politik telah melayangkan gugatan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait sistem proporsional tertutup dalam perhelatan Pemilu Legislatif 2024.

Mereka menilai sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini bertentangan dengan UUD 1945, yakni pasal 1 ayat 1, pasal 18 ayat 3, pasal 18 ayat 1, pasal 22E ayat 3, dan pasal 28 D ayat 1.

“Menyatakan frase ‘terbuka’ pada pasal 168 ayat 2 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar pihak pemohon sebagaimana dilansir dari website Mahkamah Konstitusi.

Back to top button