Market

Terbesar di Indonesia Timur, Pabrik Biodiesel Jhonlin Argo Raya Komit Sukseskan Program Energi Baru

Mungkin belum banyak yang tahu. Soal produksi biodiesel, Indonesia ternyata jawaranya. Kita menjadi satu-satunya negara yang berhasil membuat biodiesel dengan kandungan 35 persen. Negara lain rata-rata baru bisa mencapai 6 sampai 7 persen. Gara gara itu pula, Indonesia menjadi rujukan bagi sejumlah negara dalam memproduksi biodiesel. Jepang salah satunya.

“Akhir-akhir ini kami banyak mendapat kunjungan dari berbagai asosiasi otomotif dari luar negeri. Baru-baru ini asosiasi Jepang. Mereka datang untuk mempelajari hal ini dari Indonesia. Jadi untuk hal ini, Jepang yang belajar dari Indonesia” kata Ketua Umum Gaikindo, Yohannes Nangoi di Jakarta, Kamis (2/3/2023) silam.

Di Indonesia sendiri, selama kurun waktu tujuh tahun terakhir, tingkat pencampuran biodiesel terus ditingkatkan dari 15 persen (B15) pada tahun 2015, 20 persen (B20) pada tahun 2016 dan 30 persen (B30) pada tahun 2020. Teranyar 35 persen (B35) pada tahun 2023 ini.

Cerita sukses ini tak luput dari dorongan Presiden Jokowi untuk meningkatkan penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) biodiesel sebagai campuran BBM guna memperluas pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.

“Kita berusaha untuk mencari sumber-sumber EBT. Kita harus melepaskan diri dari ketergantungan kepada energi fosil yang suatu saat pasti akan habis. Pengembangan EBT juga membuktikan komitmen kita untuk menjaga bumi, menjaga energi bersih dengan menurunkan emisi gas karbon dan menjaga kualitas lingkungan,” ungkap Jokowi saat me-launching Program Mandatori B30, Senin (23/12/2020) silam.

Presiden menyebut, mandatori B30 juga akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM.

“Kita tahu ketergantungan kita kepada impor BBM, termasuk di dalamnya solar, cukup tinggi. Sementara, di sisi lain, kita juga negara penghasil sawit terbesar di dunia, sehingga kita punya banyak sumber bahan bakar nabati sebagai pengganti bahan bakar solar. Potensi itu harus kita manfaatkan untuk mendukung ketahanan dan kemandirian energi nasional,” tegas Jokowi.

Soal impor solar ini bukan main main. Nilainya mencapai ratusan triliun rupiah. Nah dengan implementasi B30 ini, konon negara bisa menghemat devisa hingga Rp63 triliun.

Selanjutnya, penerapan B30 ini akan berdampak pada meningkatnya permintaan domestik akan Crude Palm Oil (CPO), juga menimbulkan multiplier effect bagi sekitar 16,5 juta petani kelapa sawit di Indonesia.

Realitas ini pula yang mendorong PT Jhonlin Agro Raya (JAR) serius menekuni produksi biodiesel sebagai salah satu core bisnisnya. Maka berdirilah pabrik biodiesel terbesar di Indonesia Timur dengan kapasitas produksi 1.500 ton per hari.

Sejak diresmikan Presiden Jokowi Oktober 2021 silam, pabrik milik Andi Syamsuddin Arsyad atau akrab disapa Haji Isam yang terletak di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan itu, terus berproduksi. Yang pasti, pabrik ini akan menghasilkan nilai tambah yang besar, menciptakan produk produk turunan CPO.

“Saya sangat menghargai apa yang dilakukan PT Jhonlin Agro membangun pabrik biodiesel, artinya mengindustrialisasi CPO ke biodiesel. Dan kita berharap nantinya ada perusahaan lain yang mulai menghilirisasi, mengindustrialisasi CPO baik menjadi minyak goreng, kosmetik atau barang setengah jadi atau barang jadi lainnya,” kata Jokowi dalam acara peresmian tersebut.

Komisaris Utama PT JAR, Andi Amran Sulaiman pernah menyebut, untuk mendirikan pabrik biodiesel itu, Haji Isam harus merogoh kocek Rp2 triliun. Per Januari 2021 lalu, telah di bangun empat unit smelter yang ditargetkan selesai pada 2024 mendatang.

Pabrik biodiesel ini merupakan terbesar dari empat pabrik lain yang ada di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi. PT JAR memproduksi biodiesel 30 (B-30) dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2.230 orang.

Di kawasan PT JAR terdapat 12 industri yang terdiri atas pabrik biodiesel, pabrik minyak goreng, dan direncanakan pembangunan 4 unit smelter pada 2023. Kelompok usaha Jhonlin Grup mempekerjakan karyawan langsung sebanyak 20 ribu orang.

Saat ini, PT JAR tercatat memiliki lahan perkebunan kelapa sawit seluas 20.000 hektar. Sementara bahan baku sawit mentah (CPO) 30 persen berasal dari petani lokal. Sisanya dipasok dari luar daerah.

Secara bisnis, JAR sudah listing saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham JARR. Kinerjanya pun relatif baik dan cenderung moncer.

Laporan Keterbukaan Informasi yang dikutip Rabu (26/4/2023) menunjukan, selama kuartal pertama 2023, JARR meraup laba bersih Rp21,38 miliar dengan penjualan perseroan senilai Rp1,05 triliun. JARR masih mampu mencatatkan laba di tengah bayang bayang merosotnya harga CPO.

Berdasarkan produknya, penjualan fatty acid methyl ester (FAME) tercatat Rp896,09 miliar, produk palm fatty acid distillate (PFAD) tercatat Rp88,86 miliar, serta penjualan tandan buah segar (TBS) tercatat sebesar Rp35,61 miliar.

Kemudian, penjualan produk crude glycerine tercatat sebesar Rp20,13 miliar, produk fatty matter mencatatkan penjualan sebesar Rp7,67 miliar dan penjualan minyak goreng tercatat sebesar Rp3,80 miliar.

Dari sisi pengeluaran, beban pokok penjualan tercatat sebesar Rp981,97 miliar. Beban umum dan administrasi tercatat sebesar Rp28,84 miliar, dan beban keuangan sebesar Rp10,81 miliar.

Hingga akhir Maret 2023, total nilai aset perseroan tercatat Rp2,98 triliun. Angka ini sedikit menurun dibanding posisi akhir tahun 2022 sebesar Rp3 triliun. Liabilitas perseroan tercatat sebesar Rp1,81 triliun dan ekuitas sebesar Rp1,17 triliun.

Back to top button