Market

Gara-gara 5 Smelter Timah Disita Kejagung, Pengangguran di Babel Melambung


Penyitaan 5 pabrik pengolahan timah mentah atau smelter terkait korupsi PT Timah (Persero/TINS) Tbk oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). dikhawatirkan mengganggu perekonomian daerah. Memicu bertambahnya angka pengangguran.

Wakil Ketua bidang Lingkungan Hidup HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) Bangka Belitung (Babel), Elly Rebuin, mengatakan, proses hukum korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) TINS periode 2015-2022  yang digarap Kejagung, harus dipercepat. Agar tidak mengganggu mata pencaharian masyarakat Babel yang sebagian besar bergantung kepada sektor timah. 

“Masyarakat ini kan perlu makan, kalau tidak bisa beraktivitas seperti biasa, maka pendapatannya hilang. Dikhawatirkan kriminalitas meningkat. Saya sendiri sudah melihat hal itu sudah terjadi. Mulai nampak pencurian dan lain sebagainya, demi memenuhi kebutuhan makan. Jadi tolong proses hukumnya dipercepat, karena masyarakat butuh makan,” kata Elly, dikutip Senin (29/4/2024).

Sejak awal, dia mempertnyakan keputusan Kejagung menyita 5 smelter di Babel. Alhasil, masyarakat menjadi kesulitan menjual timah mentah (ore) hasil tambangnya. Meski, kelima smelter itu dikelola Kementerian BUMN atau PT Timah. Dikhawatirkan industri timah pelat merah itu, tak mampu menyerap timah mentah dari masyarakat.

“Konsep ini pernah terjadi di 2006, finansial PT Timah bagaimana? Apakah mampu menyerap seluruh timah hasil tambang masyarakat di Babel. Selama ini, PT Timah tidak mampu menyerap timah rakyat secara cash and carry. Cairnya harus menunggu dua minggu,” kata dia.

Ketua Departemen Hukum Acara UI, Junaedi Saibih berpandangan senada. Kejagung perlu menyiapkan langkah strategis yang tidak menimbulkan polemik serta kerugian bagi masyarakat setempat. Termasuk kerugian ekonomi akibat tidak berjalannya smelter.

“Ketika alat produksi atau tempat buat produksi disita, berarti pabrik berhenti operasi. Artinya tidak memberikan manfaat kepada masyarakat. Apakah Kejagung bisa mengelola dan merawat 5 semlter itu? Kan smelter harus ada perawatan agar tidak rusak,” kata Junaedi.

Ketimbang melakukan penyitaan smelter yang berdampak kepada masyarakat luas, kata dia, Kejagung seharusnya mencari opsi yang tidak berdampak kepada kehidupan masyarakat Babel.

“Saya tidak pernah setuju penyitaan terhadap alat produksi. Biarkan saja tetap bergerak. Agar tidak terjadi pengangguran terbuka. Kemarin saja sudah ada PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Ini bisa jadi bakal bertambah lagi,” kata Junaedi.

Mengingatkan saja, Kejagung menyita 5 smelter terkait korupsi korupsi timah Rp271 triliun. Yakni, smelter milik PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Venus Inti Perkasa (VIP), PT Tinindo Internusa (Tinindo), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) yang berada di Kota Pangkalpinang. Satunya lagi militk PT Refind Bangka Tin (RBT) yang berlokasi di Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka.

Dari pantauan di lapangan, rata-rata smelter melakukan PHK antara 500 hingga 600 pekerja. Jika dikalikan 5 smelter, maka jumlah PHK sedikitnya mencapai 3 ribu pekerja. Belum lagi tambang timah rakyat terpaksa berhenti beroperasi karena produknya tidak terserap. Jumlah pengangguran semakin banyak lagi. 
 

Back to top button