Market

Tahun Depan, Kadin Sebut Pengusaha Masuk Masa Paceklik

Jumat, 30 Des 2022 – 13:00 WIB

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid dukung larangan ekspor mineral mentah, Jakarta, Selasa (27/12/2022). (Foto: Antara).

Tahun 2023 disebut-sebut era suku bunga tinggi. Bank sentral di dunia jor-joran kerek naik suku bunga acuan. Mau tak mau, BI ikut juga. Kalau benar, sektor usaha kena dampaknya. Bukan hanya itu, masih banyak tantangan berat harus dihadapi pengusaha.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid menyebut sejumlah tantangan berat bakal membayangi pelaku usaha pada 2023. Salah satunya, agresifnya Bank Indonesia (BI) suku bunga acuan (BI 7 Day Reserve Repo Rate/BI7DRRR), menjadi 5,5 persen.

Kenaikan ini, kata Arsjad bakal diikuti dengan kenaikan suku bunga riil oleh perbankan di tanah air. Termasuk suku bunga kredit naik yang melahirkan biaya tinggi. “Hal ini bakal membebani pengusaha di tengah kenaikan upah minimum yang baru saja ditetapkan. Dampak lanjutannya adalah para pengusaha bakal akan menahan laju ekspansi dan produksi, apalagi bagi sektor-sektor yang kena dampak langsung penurunan ekspor,” ujar Arsjad di Jakarta, Jumat (30/12/2022).

Selain itu, kata dia, resesi ekonomi global berimbas kepada industri padat karya yang berorientasi ekspor. Semisal, produk tekstil, alas kaki dan pakaian. Resesi dikhawatirkan menurunkan permintaan dari negara-negara tujuan ekspor andalan.

“Hal ini bakal membebani pengusaha di tengah kenaikan upah minimum yang baru saja ditetapkan. Dampak lanjutannya adalah para pengusaha bakal akan menahan laju ekspansi dan produksi, apalagi bagi sektor-sektor yang kena dampak langsung penurunan ekspor,” ujar Arsjad.

Arsjad juga menyinggung sejumlah regulasi anyar yang menjadi perhatian Kadin, lantaran itu tadi. Menambah beban pengusaha. Sebut saja, pengenaan cukai produk plastik, minuman berpemanis dalam kemasan, serta kebijakan Zero Over Dimension and Overload (ODOL).

Arsjad mengakui, Kadin Indonesia memahami bahwa sampah dari kemasan plastik, merupakan ancaman serius untuk lingkungan, dan minuman berpemanis berkontribusi terhadap penyakit diabetes yang merupakan salah satu “silent killer” terbesar di Indonesia.

Namun kebijakan tersebut harus mempertimbangkan dengan matang daya saing usaha, mengingat alternatif kemasan ramah lingkungan dan kesadaran konsumen terhadap ancaman kemasan plastik terhadap lingkungan masih rendah.

“Kami khawatir konsumen tidak mau membeli dengan harga yang lebih mahal, apabila menggunakan kemasan ramah lingkungan. Sementara pelaku usaha tentu saja akan menaikkan harga dari ongkos produksi yang naik,” tutur Arsjad.

Sementara itu, kebijakan ODOL yang akan diberlakukan pemerintah pada tahun depan, juga akan mendorong kenaikan harga barang, karena pelaku industri masih mengandalkan kendaraan-kendaraan tersebut untuk mobilisasi barang secara lebih efisien. Biaya logistik dari distribusi barang, otomatis akan naik dan berpengaruh pada harga-harga di pasaran.

“Mengingat tahun depan ada ancaman resesi ekonomi global dan pemerintah harus tetap menjaga inflasi dan daya beli, regulasi baru tersebut tentu saja akan memberikan dampak pada harga-harga barang, daya beli, dan inflasi. Perlu akan langkah bersama untuk mengatasi lonjakan harga yang berpengaruh pada fundamental ekonomi dalam negeri,” kata Arsjad.

Arsjad menegaskan, Kadin Indonesia sebagai rumah semua pelaku usaha dan mitra pemerintah, terus berharap agar ekonomi nasional tetap bertumbuh tahun depan sesuai prediksi. Ancaman resesi ekonomi global harus disikapi bersama-sama dengan langkah konstruktif, sehingga baik pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat tidak terbebani.

Back to top button