Market

Suara Petani: Pemerintah Setengah Hati Wujudkan Kedaulatan Pangan

Penyebab utama ancaman krisis pangan berkaitan dengan orientasi tata kelola pangan yang masih mengacu pada ketahanan pangan, bukan kedaulatan pangan.

“Kedaulatan pangan didefinisikan sebagai hak setiap bangsa dan setiap rakyat untuk memproduksi pangan secara mandiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional,” ujar Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih dalam pernyataan resminya, Minggu (15/10/2023). 

Dalam tataran implementasi, menurut Henry, konsep kedaulatan tersebut meliputi segala aspek di dalam sistem pangan, mulai dari aspek atau subsistem penguasaan tanah (Reforma Agraria), model produksi (Agroekologi), pengolahan dan penyimpanan (cadangan pangan), distribusi (tata niaga), hingga konsumsi bagi kelembagaannya. “Konsep ini sekaligus menjadi alternatif dan pengganti dari sistem pangan yang berlangsung selama ini,” katanya.

Bagi SPI, menurut Henry, krisis pangan juga disebabkan oleh perdagangan pangan yang tidak benar, sumber-sumber agraria yang dikuasai oleh korporasi besar, dan kesalahan dari sistem pertanian yang diterapkan. “Sebenarnya El Nino memang benar mengurangi produksi pertanian, tapi itu di tempat-tempat yang tidak dibangun irigasi,” kata Henry.

Adapun ancaman krisis pangan telah menjalar ke seluruh belahan dunia, yang ditandai dengan lonjakan harga pangan seperti beras, kedelai, dan jagung. Berdasarkan laporan Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food and Agriculture (FAO) 2022, kenaikan harga pangan, pupuk, dan energi mendorong ancaman krisis pangan semakin nyata.

“Kondisi ini turut disertai iklim yang membuat negara produsen pangan menahan diri melakukan ekspor,” ujar Henry. 

Harga pangan yang melambung juga disebabkan kelangkaan dan kenaikan harga pupuk kimia. Pemakaian pupuk kimia dan pestisida yang meningkat telah mengakibatkan kerusakan ekosistem lainnya.

Back to top button