News

Tim PPHAM Tak Anulir Penyelesaian Yudisial Masa Lalu

Rabu, 11 Jan 2023 – 12:55 WIB

Menko Polhukam sekaligus Ketua Tim PPHAM, Mahfud MD

Menko Polhukam sekaligus Ketua Tim PPHAM, Mahfud MD (kanan), menyerahkan laporan Tim PPHAM kepada Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023). (Foto: Antara/Gilang Galiartha)

Kerja dan laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) Berat Masa Lalu tidak menganulir penyelesaian yudisial peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.

Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang juga menjabat Ketua Tim Pengarah Tim PPHAM saat menyerahkan Laporan Tim PPHAM kepada Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023).

“Tim ini tidak meniadakan proses yudisial karena di dalam undang-undang disebutkan pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi sebelum tahun 2000 diselesaikan melalui Pengadilan HAM Adhoc atas persetujuan DPR,” ujar Mahfud.

Sedangkan untuk peristiwa pelanggaran HAM berat sesudah tahun 2000, lanjut Mahfud, diselesaikan melalui Pengadilan HAM biasa.

Menurut Mahfud, Mahkamah Agung (MA) telah mengadili empat peristiwa pelanggaran HAM berat sesudah tahun 2000 dan semuanya dinyatakan ditolak serta semua tersangkanya dibebaskan karena tidak cukup bukti untuk dikatakan pelanggaran HAM berat.

“Bahwa itu kejahatan, iya, tapi bukan pelanggaran HAM berat karena itu berbeda. Kalau kejahatannya semua sudah diproses secara hukum, tapi yang dikatakan pelanggaran HAM beratnya itu memang tidak cukup bukti,” kata Mahfud.

Kendati demikian, Mahfud mengingatkan Pasal 46 UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM mengamanatkan bahwa setiap pelanggaran HAM berat harus diusahakan diproses lewat jalur yudisial ke pengadilan tanpa ada kedaluwarsa.

Oleh karena itu, Mahfud menegaskan pemerintah akan terus mengusahakan hal tersebut sembari mempersilakan Komisi Nasional (Komnas) HAM bersama DPR RI untuk mengupayakan jalan yudisial tersebut.

“Jadi tim ini tidak menutup dan mengalihkan penyelesaian yudisial menjadi penyelesaian nonyudisial, bukan, yang yudisial silakan jalan,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Jokowi mewakili Pemerintah Indonesia menyatakan mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa di masa lalu.

“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia berat memang terjadi di berbagai di berbagai peristiwa. ” kata Jokowi.

Jokowi menyatakan bahwa dirinya sangat menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa masa lalu.

Ke-12 peristiwa tersebut adalah Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, Peristiwa Penghilang Orang Secara Paksa 1997-1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.

Kemudian Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, Peristiwa Wasior Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.

Jokowi menyampaikan simpati dan empati mendalam kepada para korban dan keluarga korban ke-12 peristiwa tersebut sembari menegaskan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial.

Jokowi juga menyatakan pemerintah akan berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran HAM berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button