News

Usulan e-Voting Pemilu Mencuat, KPU Buka Suara

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI buka suara soal peluang diterapkannya e-voting atau sistem pemungutan suara secara elektronik dalam pemilu. Menurut Anggota KPU RI Idham Holik, penerapan sistem itu harus didahului persiapan matang di sejumlah sektor, mulai dari infrastruktur digital, sumber daya manusia (SDM), hingga perangkat hukum khusus melalui undang-undang

“Memang sudah memungkinkan, ada prasyarat-prasyarat yang harus dipenuhi, mulai dari persoalan cyber security, literasi digital pemilih, infrastrukturnya, dan lain sebagainya,” kata Idham Holik di kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (13/10/2023).

Idham menjelaskan, terkait pemberian suara dengan teknologi informasi, sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyangkut hal tersebut. Hal itu juga tercantum di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yaitu Pasal 85, Ayat 1 huruf C dan Ayat 2A, telah menyebutkan bahwa sistem pemberian suara dengan teknologi informasi sudah memungkinkan untuk diterapkan.

Namun, Idham menegaskan, banyak faktor yang harus dipenuhi ketika Indonesia memutuskan untuk menerapkan pemungutan suara pada pemilu melalui teknologi internet, terutama terkait asas kerahasiaan di era digital.

“Karena teknologi internet itu selalu menyisakan jejak yang dikenal dengan istilah digital footprint atau digital tracing, dan ini harus dibicarakan secara serius,” ujarnya.

Idham mengemukakan, saat pemerintah memutuskan untuk menerapkan pemilu dengan sistem e-voting maka harus ada undang-undang khusus yang membahas, mengatur, dan menjamin tentang kerahasiaan dalam pemberian suara pemilih. Sebab,  kerahasiaan adalah salah satu asas dari penyelenggaraan pemilih. Pemilu harus menerapkan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil atau luber jurdil. Hal itu sesuai dengan amanah konstitusi yang tertera dalam pasal 22E ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.

Selain itu, ujar Idham menambahkan, Indonesia juga harus objektif dengan melihat fakta elektoral di beberapa negara-negara lainnya, seperti pemilu federal di Australia pada Maret 2022 yang memutuskan untuk kembali menerapkan pemilihan secara konvensional.

Sebelumnya, usulan mengenai sistem e-voting dalam pemilu disampaikan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Dia menilai,  sistem demokrasi Indonesia mengalami stagnasi yang dikategorikan sebagai belum mapan, masih berproses menuju kematangan dan pendewasaan.

Menurut dia, Indonesia perlahan harus bisa menerapkan sistem e-voting, seperti Filipina yang sudah sukses melakukannya dan partisipasi publik yang semakin meningkat menjadi 80 persen.

Penetrasi internet yang hampir mencapai 80 persen dari total penduduk Indonesia, kata Bamsoet, sebaiknya juga bisa diandalkan dalam hal menyerap aspirasi publik, melalui sistem pemilu digital yang jauh lebih murah, cepat, dan aman.

“Karena kita sudah terjebak hari ini pada demokrasi angka-angka dan transaksional, yang makin lama makin mahal. Jadi tidak heran kalau banyak kepala daerah, anggota DPR, sebuah tingkatan, yang terjerat OTT, KPK, hampir 600 yang terjerat,” kata Bambang dalam keterangannya, Selasa (3/10/2023).

Back to top button