News

Konsorsium 303 Jadi Bom Waktu, Publik Tunggu Ketegasan Jokowi

Selasa, 27 Sep 2022 – 20:16 WIB

79b4d2b2 85dc 4ef7 9626 B976b45ee081 - inilah.com

Analis sosial politik dari UNJ, Ubedilah Badrun dalam acara Inilah Podcast yang dipandu Rahma Sarita. (Foto: Istimewa)

Lambannya penanganan kasus Konsorsium 303 bisa memantik kisruh sosial lantaran tingginya kekecewaan publik terhadap institusi Polri. Apabila kasus yang mengungkap praktik lancung aparat penegak hukum membekingi bisnis ilegal terus didiamkan, sama saja dengan memelihara bom waktu. Ketika ledakan terjadi, siapa mau bertanggung jawab?

Analis sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun memetakan konsekuensi yang potensi terjadi apabila skandal Konsorsium 303, yang menunjukkan adanya anggota Polri pimpinan Irjen Ferdy Sambo membekingi judi online itu. Pijakan analisa awalnya yakni merosotnya kepercayaan publik terhadap Polri sekarang ini. Apabila tidak dikelola maka akan menimbulkan kisruh karena sikap enggan pemerintah dan Polri melakukan pembenahan.

“Imej kepolisian sekarang ini berada pada posisi yang sangat terpuruk,” kata Ubed, dalam program Inilah Podcast, yang digelar di Jakarta, Selasa (27/9/2022).

Dia mengingatkan, skandal Konsorsium 303 yang muncul seiring ditersangkakannya Irjen Ferdy Sambo dalam perkara pembunuhan Brigadir J merupakan momentum penting yang harus dicermati oleh Presiden Jokowi. Tak terkecuali, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Menurut Ubed, Presiden Jokowi tidak bisa berdiam diri di tengah merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri pada periode kedua pemerintahannya. Jokowi harus menjadi bagian dari konflik dan mengambil kendali apabila Kapolri Sigit tak mampu merebut kembali kepercayaan publik.

“Kalau dia tidak menjadi bagian dari problem, maka akan dengan mudah untuk mengatakan bahwa ya ini keliru silakan bongkar. Ini akan saya benahi, reformasi polisi akan saya jalankan. Jadi jangan di pidato teriak bahwa kami melakukan reformasi di kepolisian, di tentara dan seterusnya tapi fakta empiriknya gagal kok, enggak mampu dia bertindak objektif terhadap problem yang melekat pada tubuh kepolisian,” jelas Ubed.

Jokowi, lanjut Ubed, harus konsisten dalam mengambil keputusan untuk merebut kembali kepercayaan publik kepada Polri. Apabila dalam kasus pembunuhan Brigadir J bisa mepat kali memberi instruksi kepada kapolri untuk mengungkap kasus secara transparan dan objektif, sepatutnya Jokowi turut menunjukkan sikap serupa dalam pengungkapan Konsorsium 303 ini.

Nah kalau perbedaan ini mencolok, saya melihat ini justru nanti bergeser, jatuhnya persepsi publik terhadap kepolisian akan lari kepada jatuhnya persepsi buruk itu terhadap presiden. Masak sih persoalan seperti ini saja tidak bisa diselesaikan oleh presiden,” katanya.

Hal ini coba dijelaskan oleh Ubed bahwa kepolisian bertanggung jawab langsung kepada presiden, sehingga tentunya presiden yang harus melakukan fokus pada perannya untuk mereformasi polri. “Jadi menurut saya presiden harus concern soal ini, kalau kemudian melakukan perilaku yang diskriminatif terhadap dua persoalan itu, itu saya melihat justru presiden dipertanyakan oleh publik. Semangat reformasinya itu ternyata enggak ada, ternyata mentok begitu, di situ,” tuturnya.

Ubed bahkan menyebutkan bahwa jika Presiden Joko Widodo tidak merespons dan hanya membiarkan persoalan ini berlalu begitu saja, maka presiden memiliki andil dalam masalah yang ada dalam peristiwa ini.

“Pertanyaannya adalah siapa yang menjadi penentu dari proses reformasi menyeluruh di tubuh polri ini? Saya melihatnya justru peran presiden di situ, mestinya presiden punya semacam good will mungkin lebih jelas political will, ya. Poinnya presiden punya spirit untuk mereformasi kepolisian,” jelas Ubed.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button