Market

Lifting Minyak Semakin Jauh dari Sejuta BOPD, Kerjaan Prabowo Semakin Menumpuk


Meski baru Oktober 2024 dilantik, Prabowo Subianto bakal menghadapi sejumlah tantangan berat sektor minyak dan gas bumi. Terkait produksi yang terus anjlok. Dampaknya kepada membubungnya impor dan keuangan negara.

“Sektor migas dengan produksi minyak nasional yang terus menurun, menjadi tantangan pemerintahan baru di bawah Prabowo dan Gibran. Banyaknya sumur sumur migas tua, tantangannya. Demikian pula temuan sumur baru, produksinya  belum signifikan,” kata Analis dari Asosiasi Politik Ekonomi Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, Jakarta, Senin (13/5/2024) .

Untuk mendongkrak lifting minyak, menurut Salamudiin, bukan perkara mudah. Apalagi perlu investasi yang cukup jumbo. “Ke depan, beban biaya produksi migas semakin tinggi, terutama dari sektor keuangan,” ungkap Salamuddin

Dirinya pun mengkritisi peningkatan belanja modal atau capital expenditure (capex)  dari BUMN migas, acapkali tidak berkorelasi dengan peningkatan produksi migas. Karena, usahanya hanya seputar menahan laju penurunan produksi yang terjun bebas.

Selain itu, kata Salamuddin, kilang-kilang sulit mendapatkan suntikan modal atau pembiayaan dari investor. “Tidak ada uang lagi untuk investasi kilang. Sebagai mana media Singapura mengatakan, jangan coba-coba menaruh kata kilang minyak dalam proposal Anda, karena itu akan menjadi proposal yang sia-sia,” ungkapnya.

“Di hilir berhadapan dengan isu polusi udara dan menjadi sorotan internasional dan masyarakat terkait target pemerintah mengurangi emisi sebagaimana komitmen terhadap perjanjian perubahan iklim. Apalagi, kerusakan lingkungan Indonesia sudah sangat kasat mata,” kata Salamuddin.

Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), Hudi D Suryodipuro mengatakan, target lifting sejuta barel minyak per hari (BOPD) pada 2030, masih tidak berubah.

“Intinya, kalau buat kami adalah ya, tetap target (lifting) 1 juta barrel oil per day (BOPD) itu tidak berubah. Itu harus kita capai,” ujar Hudi di Jakarta, Senin (18/3/2024).

Hudi mengatakan, meski lifting minyak mencapai sejuta BOPD, Indonesia masih harus melakukan impor, untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah. Sehingga, target tersebut tetap harus dipertahankan demi meminimalisir ketergantungan terhadap impor.

Benar kata Salamuddin, lifting minyak terus menurun. Pada 2020, misalnya, lifting minyak hanya 707.000 barel per hari (barrel oil per day/BOPD). Atau 93,6 persend ari target APBN 2020 sebesar 755.000 BOPD.

Setahun kemudian anjlok lagi menjadi 660.000 BOPD, atau 93,6 persen dari target dalam APBN 2021 sebesar 705.000 BOPD.

Pada 2022, lifting minyak semakin merosot ke angka 612.000 BOPD atau 87,1 persen dari target yang tersemat dalam APBN 2022 sebanyak 703.000 BOPD.

Dan 2023 kondisinya masih sama. Lifting minyak tersisa 605.500 BOPD atau 91,7 persen dari target APBN 2023 sebanyak 660.000 BOPD.

 

Back to top button