Hangout

Tradisi Lompat Batu Nias: Makna dan Sejarahnya

Ditulis oleh: Kanty Atmodjo

Sebagai negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke, Indonesia kaya akan tradisi dan budayanya yang unik. Salah satunya sebuah tradisi yang ada di Nias.  

Nias adalah pulau yang terletak di sisi barat Provinsi Sumatra Utara. Di sekitar pulau utamanya, Nias juga memiliki pulau-pulau kecil sebanyak 27 buah, yang 11 di antaranya dihuni oleh penduduk asli setempat. Sedangkan 16 pulau lainnya tak berpenghuni.

Di Pulau Nias, khususnya bagian selatan, terdapat sebuah tradisi budaya yang cukup terkenal dan juga memiliki keunikan tesendiri. Tradisi tersebut adalah Fahombo atau Hombo Batu atau Lompat Batu.

Tradisi yang hanya dilakukan oleh kaum laki-laki ini bisa ditemukan di Desa Bawomataluo, desa adat di Kabupaten Nias Selatan.

Sesuai dengan letaknya yang di atas bukit dengan ketinggian 324 meter di atas permukaan laut, Bawomataluo dalam bahasa Nias memilki arti bukit matahari. 

Kabupaten Nias Selatan mempunyai luas wilayah 1.825,2 km2. Wilayahnya berada di bagian barat Pulau Sumatra dengan jarak kurang lebih 92 mil dari Kota Sibolga atau Kabupaten Tapanuli Tengah.

Ibu kota Nias Selatan adalah Teluk Dalam yang berkedudukan di Pulau Nias.

Makna Tradisi Lompat Batu: Proses Pendewasaan Seorang Pemuda

Desa Bawomataluo telah dibangun berabad-abad yang lalu. Tradisi Lompat Batu biasanya dilakukan para pemuda dengan cara melompati tumpukan batu setinggi 2 hingga 2,5 meter dengan lebar sekitar 1 meter dan panjang 60 cm, untuk menunjukkan bahwa mereka pantas dianggap dewasa.

Dewasa di sini bukan berarti mereka telah siap menikah atau belum, melainkan lebih pada apakah mereka telah siap secara fisik untuk ikut berperang.

Tak mudah untuk melompati batu setinggi itu. Karenanya, banyak anak laki-laki telah berlatih sejak usia 7 tahun.

Sesuai pertumbuhannya, mereka akan terus melakukan latihan dengan melompati tali, kayu, batu tiruan, atau lainnya dengan ketinggian yang terus bertambah sesuai usia. Pada akhirnya, Latihan tersebut akan dibuktikan pada tradisi Lompat Batu.

Walaupun telah berlatih sejak lama, kenyataan memang tidak mudah untuk melakukan Lompat Batu. Tak sedikit dari mereka yang cedera saat latihan.

Banyak orang yang meyakini bahwa selain latihan, terdapat unsur-unsur magis untuk seseorang bisa berhasil melakukan Lompat Batu.

Mereka percaya, ketika seseorang berhasil melompati batu dengan sempurna, itu artinya mereka telah diberkati oleh roh leluhur dan para pelompat batu sebelumnya yang sudah meninggal.

Karenanya, sebelum melakukan Lompat Batu, seseorang mesti meminta izin kepada roh-roh leluhur atau pendahulu yang pernah melompati batu tersebut. Tujuannya tentu agar seseorang tidak celaka ketika melakukan Lompat Batu.

Selain ditampilkan secara adat, tradisi Lompat Batu juga menjadi pertunjukkan menarik, khususnya bagi para wisatawan yang datang ke sana.

Tradisi Lompat Batu Nias: Makna dan Sejarahnya
Adat Fahombo berasal dari masa -masa perang. Foto: Wikimedia

Tradisi Lompat Batu telah berlangsung berabad-abad yang lalu. Tradisi dilestarikan bersama budaya megalitikum di pulau seluas 5.625 km2 yang berpenduduk 700.000 jiwa dan dikelilingi Samudera Hindia.

Tradisi Fahombo diwariskan secara turun temurun pada anak laki-laki. Namun, tidak semua anak laki-laki sanggup melakukan tradisi ini, meskipun mereka telah dilatih sejak kecil.

Masyarakat Nias percaya bahwa selain latihan, ada unsur magis dari roh leluhur untuk seseorang yang berhasil melompati batu dengan sempurna.

Awalnya tradisi Lompat Batu berasal dari kebiasaan berperang antar desa suku-suku di Pulau Nias. Masyarakat Nias memiliki karakter keras dan kuat diwarisi dari budaya pejuang perang.

Dahulu, suku-suku di Pulau Nias sering berperang karena terprovokasi oleh rasa dendam, pembatasan tanas, dan masalah perbudakan.

Masing-masing desa lalu membentengi wilayah dengan batu atau bambu setinggi 2 meter. Oleh karena itu, tradisi Lompat Batu lahir dan dilakukan sebagai sebuah persiapan sebelum berperang.

Para bangsawan dari strata balugu yang memimpin Pulau Nias saat itu akan menentukan pantas atau tidaknya seorang pria Nias menjadi prajurit perang.

Kriterianya, selain memiliki fisik yang kuat, seorang prajurit perang juga menguasai ilmu bela diri dan ilmu-ilmu hitam.

Mereka juga harus dapat melompati batu bersusun setinggi 2 sampai 2,5 meter tanpa menyentuh permukaannya sedikitpun sebagai tes akhir. Sedikit saja kulit mereka menyentuh batu, itu artinya mereka telah gagal.

Pada zaman dulu, atraksi Fahombo tidak hanya memberikan kebanggaan bagi pemuda Nias, tapi juga untuk keluarga mereka.

Keluarga yang anaknya berhasil dalam Fahombo akan mengadakan pesta dengan menyembelih beberapa ekor ternak.

Kini, tradisi Lompat Batu bukan untuk persiapan antar suku atau antar desa, tetapi sebagai ritual dan simbol budaya orang Nias.

Adat ini menjadi atraksi budaya untuk mengisi acara yang biasanya ditampilkan bersama atraksi tari perang, yang merupakan saduran dari peperangan di masa lampau. 

Namun, karena tari perang melibatkan puluhan orang, maka atraksi budaya sudah cukup hanya menampilkan Lompat Batu saja.

Disclaimer: Kanal Penulis Lepas disediakan untuk tujuan informasi umum dan hiburan. Isi dari blog ini hanya mencerminkan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Inilah.com.

Back to top button