Market

Produksi Minyak Indonesia Hanya 600 Ribu Baret/Hari, AEPI: Blok Rokan Apa Kabar?


Analis Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengkritisi rendahnya produksi (lifting) minyak mentah (crude oil) Indonesia. Kenyataan ini berdampak kepada semakin beratnya APBN.

“Negara kita sekarang sedang resah. Penyebabnya adalah produksi minyak mentah nasional yang makin merosot. Setiap tahun tidak bertambah satu tetespun. Walaupun sudah menambah investasi, eksplorasi, dan sumur sumur baru. Ini ada apa,” kata Salamuddin, Jakarta, Senin (6/5/2024).

Pada 2001, kata dia, produksi minyak mentah nasional mampu mencapai 1,4 juta barel sehari. Sekarang hanya 600 ribu barel sehari. Turun lebih dari separuh. Pada 2004, kontribusi sektor migas untuk APBN mencapai 21 persen. Saat ini hanya tersisa 4,6 persen. Sektor migas terkesan semakin tidak berarti dalam memberikan pendapatan negara.

“Coba kita pelajari dan kita hitung itu secara cermat. Kita belajar dari blok migas yang secara historis sangat hebat yakni Blok Rokan. Untuk membuktikan apakah minyak kita sudah kering, atau kemampuan sedot kita yang melemah. Jangan-jangan dua-duanya,” papar Salamuddin.

Sebelum jatuh ke tangan Pertamina dengan mahar US$750 juta, Blok Rokan yang berada di  di Pekanbaru, Riau, dikuasai Chevron. Anehnya, sejak pindah tangan, produksi Blok Rokan anjlok tingga 50 persen.

Walaupun ditambah puluhan bahkan ratusan sumur minyak, laporan produksinya tetap saja merosot. Angkanya teramat kecil ketimbang jumlah sumur minyak di blok ini.

“Saat ini, Blok Rokan milik Pertamina itu memiliki sedikitnya 12 ribu sumur tetapi hanya mampu memproduksi minyak 160 barel per hari. Berarti setiap sumur menghasilkan 13,3 barel sehari? Ini kacau,” kata Salamuddin.

Mengapa dikatakan kacau? Karena, produksi minyak di Blok Rokan hanya 0,55 barel per jam. Atau hanya 87 liter minyak mentah setiap jam. Dengan demikian setiap menit, satu sumur hanya mengeluarkan minyak 1,4 liter. “Ini gawat. Itu sumur macam apa? Lubangnya sebesar apa,” tegasnya.

Selanjutnya Salamuddin membandingkan dengan pompa kolam ikan yang mampu memompa air satu ember per menit. “Padahal pompa saya adalah pompa kolam lele yang murah. Kalau beli merek bagus, tendangan airnya bisa lebih kencang,” ungkapnya.

Jika menggunakan pompa kolam ikan koi, hasilnya lebih kecil karena ukuran pipanya juga kecil. Tak lebih besar dari sedotan teh manis. “Jadi setiap menit mungkin hanya 1,4 liter yang muncrat. Tapi kan tidak mungkin mesin atau alat penyedot minyak di Blok Rokan berukuran sama dengan pipa penyedot teh manis? Apakah memang kita sudah siap transisi energi secara progressif revolusioner,” pungkasnya. 

Back to top button