Market

SPKLU, Bisnis Menggiurkan Bakal Sarat Persaingan

Pemerintah menargetkan jumlah Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) naik hampir dua kali lipat di 2023 untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik. Ini menjadi bisnis baru yang menggiurkan seiring lonjakan penjualan mobil listrik. Persaingan pun bakal tak terelakkan.

Tren penggunaan kendaraan listrik baik motor maupun mobil meningkat setidaknya terlihat dari angka penjualan mobil listrik dalam kurun tiga tahun terakhir. Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) menyebutkan, jumlah penjualan wholesales kendaraan listrik dari jenis bahan bakar elektrik, hibrida atau kombinasi BBM dan elektrik, serta Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) sepanjang 2022 mencapai angka 15.437 unit.

Jumlah itu meningkat dibanding penjualan pada 2021 yang baru di angka 3.193 unit. Jenis kendaraan dengan bahan bakar full electric pada 2022, naik 14 kali lipat dibandingkan dengan periode 2021, yang hanya 685 unit. Sementara itu, jumlah sepeda motor listrik sampai pertengahan tahun lalu jumlahnya diperkirakan mendekati 20.000 unit.

Lonjakan pengguna kendaraan listrik ini tidak terlepas dari stimulus yang diberikan pemerintah. Untuk motor listrik, insentif diberikan Rp7 juta per unit dengan total anggaran yang disiapkan untuk 2023 hingga 2024 mencapai Rp7 triliun. Sementara untuk meningkatkan minat membeli kendaraan listrik roda empat, pemerintah juga memberikan insentif PPN sebesar 10 persen sehingga yang harus dibayar hanya 1 persen.

Salah satu kendala belum banyak diterima kendaraan listrik saat ini adalah terbatasnya infrastruktur pengisian daya yang andal dan mudah diakses. Saat ini, pemerintah dan berbagai perusahaan telah berupaya untuk meningkatkan infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik di Indonesia terutama Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).

Menurut data PT PLN (Persero), hingga Desember 2022, jumlah SPKLU di Indonesia tercatat sebanyak 588 unit yang tersebar di 257 lokasi. Jika dibandingkan tahun sebelumnya, telah terjadi peningkatan signifikan sebesar 120,22 persen dari sebelumnya berjumlah 267 unit di 197 lokasi.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebagai penanggung jawab infrastruktur itu, memasang target total populasi SPKLU di Tanah Air sebanyak 3.000 unit tahun ini. Plt. Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Dadan Kusdiana menyampaikan, tahun ini pemerintah sudah menetapkan target tambahan 1.030 unit SPKLU. Jumlah tersebut direncanakan akan tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

“Untuk mendukung kendaraan listrik, pada 2023 ini targetnya 1.030 SPKLU terpasang di Indonesia. Artinya, hampir dua kali lipat dari 2022. Sebentar lagi kita akan punya sekitar 3.000-an unit SPKLU di tahun ini,” kata Dadan dalam keterangan resmi, Kamis (2/2/2023).

Pihak swasta banyak yang tertarik

Rencana pembangunan SPKLU tidak hanya dilakukan pemerintah dan BUMN. Pihak swasta pun berencana membuka layanan SPKLU untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik. Selain PLN, beberapa perusahaan besar sudah serius memasuki bisnis SPKLU ini. Di antaranya Summarecon Emerald Karawang, anak usaha PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), yang menghadirkan dua fasilitas SPKLU di Summarecon Emerald Karawang.

Juga ada perusahaan grup Astra, PT Astra Otoparts Tbk, yang telah meresmikan SPKLU melalui Astra Otopower di jalan Tol Trans-Jawa yang berlokasi di Resta Pendopo KM 456B, di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Shell Indonesia, perusahaan yang berbasis di London, Inggris, juga meluncurkan SPKLU Shell Recharge di Pacific Place, Jakarta.

Ada juga PT ABB Sakti Industri, yang telah melakukan instalasi beberapa pengisi daya cepat (DC) di berbagai wilayah di Indonesia, antara lain di BPPT Serpong, Jawa Barat, Kantor Pusat PLN Unit Distribusi Jakarta, dan kompleks perkantoran WTC Jakarta.

Selain itu, ABB E-mobility juga telah melakukan instalasi pengisi daya untuk tempat tinggal atau dikenal dengan AC Wallbox untuk puluhan tempat tinggal, pusat perbelanjaan, dan pabrikan kendaraan listrik. Masih ada beberapa perusahaan lagi dan pelaku usaha bisnis SPKLU ini akan terus bertambah.

SPKLU terdiri atas instalasi catu daya listrik, sistem kontrol arus, tegangan, dan komunikasi, serta sistem proteksi dan keamanan. Nantinya juga ada sertifikasi laik operasi dan sertifikasi produk untuk menjamin bahwa SPKLU aman, mengingat lokasinya di tempat umum. Salah satu syarat utama dalam pendirian SPKLU adalan lahan yang harus disediakan oleh pelaku bisnis ini.

Siapa yang tidak tergiur dengan bisnis SPKLU ini. Lihat saja bisnis pengisian BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu dan hingga kini masih menjadi bidang usaha menggiurkan. Jumlah kendaraan yang luar biasa banyak dan terus bertambah setiap tahun menjadi pasar yang menjanjikan bagi pengusaha sektor energi hilir ini.

Ini pula yang menjadi faktor utama ketertarikan pengusaha membuka bisnis SPKLU. Apalagi pemerintah sudah mematok target 80 PERSEN kendaraan di Indonesia hingga 2030 menggunakan sumber daya ramah lingkungan ini. Tentu ini pasar yang sangat menarik.

Spklu Bisnis
Ilustrasi pengisian kendaraan bermotor listrik di layanan Shell EV Recharge [foto: dok.Shell Indonesia]

Subsidi tarif listrik curah

Selain potensi pasar, pebisnis SPKLU juga akan mendapatkan insentif. “Insentif tersebut berupa potongan tarif atau tarif tambahan untuk satu kali pengisian daya atau potongan tarif,” masih kata Dadan Kusdiana.

Kementerian ESDM akan merevisi Permen ESDM antara lain menyangkut tarif curah listrik. Adapun tarif curah untuk tegangan menengah 20 kV dikabarkan bakal dikenai tarif Rp714 per kWh. Beleid ini mengacu pada Permen ESDM No 28 Tahun 2016. Selanjutnya tarif layanan khusus (tegangan rendah) disebut-sebut bakal dikenai tarif Rp1.650 per kWh.

Berdasarkan ketentuan baru itu nanti, tarif curah akan diberikan kepada badan usaha SPKLU berdaya di atas 200 kVA yang berlangganan ke PLN dengan ketentuan minimum tiga unit untuk fast charging dan dua unit ultrafast charging. Tarif layanan khusus diberikan kepada badan usaha yang berlangganan di bawah 22 kW dengan teknologi slow charging dan medium charging.

Dalam ketentuan baru nanti, tarif konsumen dari badan usaha SPKLU maksimal Rp2.475 per kWh untuk teknologi slow, medium, fast, dan ultrafast charging. Investasi tambahan untuk menyediakan SPKLU tipe fast dan ultrafast charging dikenai biaya layanan (biaya beban) yang bersifat fix satu kali setiap pengisian. Biaya layanan fast charging maksimal Rp21.974 per charging dan ultrafast charging maksimal Rp62.500 per charging.

Syarat membuka SPKLU

PLN saat ini terus mencari partner bisnis untuk layanan kemitraan penyediaan SPKLU dan layanan home charging. Mengutip laman resmi PLN, ada tiga model kerja sama yang bisa dipilih terkait penyediaan SPKLU. Model pertama, PLN menyediakan dan menjual tenaga listrik serta menyediakan platform teknologi informasi dan komunikasi, dan partner menyediakan, mengoperasikan, dan atau memelihara fasilitas pengisian ulang serta menyediakan lahan baru.

Sementara model kedua, PLN menyediakan dan menjual tenaga listrik dan menyediakan platform teknologi informasi dan komunikasi serta lahan baru, dan partner menyediakan, mengoperasikan, dan atau memelihara fasilitas pengisian ulang. Sedangkan model ketiga, PLN menyediakan dan menjual tenaga listrik, menyediakan platform teknologi informasi dan komunikasi, dan Partner menyediakan, mengoperasikan, dan atau memelihara fasilitas pengisian ulang yang ditempatkan di lahan milik PLN yang telah tersedia.

Syarat menjadi partnership SPKLU PLN pun mudah. Di antaranya, memiliki sumber daya, baik aset, teknologi, modal, sumber daya manusia, maupun sumber daya lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kerja sama.

Juga tidak dalam kondisi restrukturisasi utang, pailit, atau mengalami kerugian yang berdampak besar pada calon partner, ditunjukan dengan laporan keuangan atau dokumen lain yang terkait. Selain itu tidak dalam keadaan berperkara atau bersengketa dengan PLN.

Syarat lainnya, memiliki perizinan lahan atau lokasi untuk dilakukan pembangunan SPKLU dengan menunjukkan bukti dokumen terkait. Sementara wilayah atau daerah harus memiliki potensi pasar pengguna kendaraan listrik untuk melakukan pengisian ulang.

Calon mitra juga harus memiliki lokasi yang strategis dan sesuai agar mudah di akses oleh pengguna kendaraan listrik untuk melakukan pengisian ulang. Partner tidak diwajibkan memiliki IUPTL penjualan maupun IUPTL bidang pengoperasian dalam kerja sama SPKLU PLN skema IO2 (Investor Own Investor Operate).

Memang pengembangan SPKLU belum semasif ketika pebisnis beramai-ramai membangun stasiun pengisian BBM, yang penetrasinya sudah sampai ke desa-desa. Mungkin sebagian besar SPKLU yang dibangun saat ini pun masih bersumber dari kegiatan tanggung jawab sosial korporasi.

Namun dengan masifnya penjualan kendaraan listrik ditopang dengan berbagai kemudahan dan insentif, akan membuat bisnis SPKLU ini makin menarik. Sinyal sudah jelas bahwa pebisnis mulai melirik serius untuk membuka SPKLU. Pemerintah tampaknya harus mulai mengantisipasi persaingan ketat di bisnis ini di masa mendatang. Jangan sampai terlambat.

Back to top button