News

Sidang 7 PPLN, Bawaslu Umbar Temuan Pelanggaran Pemilu di Kuala Lumpur


Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU),  Betty Epsilon Idroos mengungkap alasan diadakannya Pemilihan Suara Ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia. Salah satunya, karena ditemukan adanya perbedaan data daftar hadir dengan pemberi suara dalam  pemilihan sebelumnya.

Hal itu, diungkapkan Betty saat dihadirkan menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan pemalsuan data pemilih Pemilu 2024 yang didakwakan kepada tujuh anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur (KL), Malaysia.

Awalnya, Hakim Anggota I, Arlen Veronica yang menanyakan kepada Betty alasan dilaksanakannya Pemungutan Suara Ulang (PSU) di KL.

Betty mengatakan, hal itu karena mengikuti rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang ditandatangani Ketua, Rahmat Bagja pada 1 Maret 2024.

Betty pun kemudian memaparkan beberapa poin rekomendasi Bawaslu terkait digelarnya PSU di KL.

Salah satu poin dalam rekomendasi Bawaslu, Betty menyebutkan terdapat temuan berupa daftar hadir pemilih di Sekretariat TPSLN KL hanya berupa foto, bukan data yang diinput secara sistem komputasi pada excel.

“Berkaitan dengan rekomendasi Panwaslu KL a quo, khususnya dalam pengawasan rekomendasi proses pemuktahiran daftar pemilih dalam rangka pelaksanaan pemungutan suara ulang, Bawaslu menemukan fakta sebagai berikut,” kata Betty mulai memaparkan rekomendasi Bawaslu di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (18/3/2024).

“Daftar hadir pemilih TPS LN yang diperoleh Sekretariat TPSLN KL hanya berupa foto dan daftar hadir bukan merupakan data yang diinput secara sistem komputasi pada excel sehingga dinilai menyulitkan proses verifikasi, apakah seseorang telah menggunakan hak pilihnya atau belum pada saat pemungutan suara,” kata Betty.

Betty melanjutkan, temuan fakta Bawaslu dalam surat rekomendasi juga disebutkan, banyak terdapat daftar hadir pemilih TPSLN dan KSK yang tidak dapat ditemukan sehingga menghambat proses pemutakhiran daftar pemilih.

“Ketiga, terdapat permasalahan berupa tidak sesuainya antara klaim angka kehadiran pemilih pada metode TPSLN dan KSK dengan daftar hadir yang memuat nama pemilih yang telah memberikan suara,” ujarnya.

Atas temuan fakta-fakta tersebut, Betty menjelaskan, Bawaslu menilai hasil pemungutan dan perhitungan suara dengan metode TPSLN di wilayah KL menjadi tidak dapat digunakan sebagai basis data.

“Analisa hasil pengawasan, menimbang terhadap hasil pengawasan Bawaslu dan mekanisme pemuktahiran daftar pemilih yang dilaksanakan KPU, Bawaslu menilai akibat ketidakjelasan jumlah pengguna hak pilih pada metode pemungutan suara di TPSLN dengan data faktual penggunaan surat suara berdasarkan daftar hadir pemilih di TPS KL yang akan digunakan dalam pemuktakhiran daftar pemilih sehingga berpotensi tidak akuratnya daftar pemilih yang akan memberikan suara pada pemungutan suara ulang di wilayh KL,” ujar Betty membacakan temuan Bawaslu yang dijadikan rekomendasi digelarnya PSU di KL.

“Berdasarkan hal di atas, Bawaslu menilai terdapat kekeliruan dalam pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara dengan metode TPSLN di wilayah KL yang tidak dapat dilaksanakan menurut tata cara yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan shg perlu diambil langkah kebijakan utk sehingga rekomendasi Panwaslu dapat dilaksanakan tanpa menimbulkan permasalahan,” sambungnya.

Dijelaskan dalam surat dakwaan jaksa bahwa rapat pleno terbuka itu dihadiri oleh seluruh anggota PPLN, perwakilan partai, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), dan perwakilan Kedutaan Besar RI. Rapat itu diwarnai lobi oleh perwakilan partai untuk mengubah komposisi DPT.

Dari hasil rapat tersebut diputuskan bahwa komposisi DPT berubah signifikan dari data di DPSHP, yakni DPT KSK menjadi 67.945 dari semula 525 pemilih; DPT Pos menjadi 156.367 dari semula 3.336 pemilih; sementara TPS LN menjadi 222.945. Sehingga, total DPT Tingkat PPLN Kuala Lumpur adalah 447.258 pemilih.

Pada perkara ini, tujuh anggota non-aktif PPLN Kuala Lumpur didakwa memalsukan data dan daftar pemilih luar negeri Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Ketujuh orang terdakwa tersebut adalah Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi Dicky Saputra; dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM Aprijon.

Berikutnya, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi Puji Sumarsono; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Khalil; dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik Masduki Khamdan Muhammad.

Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 544 atau Pasal 545 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Back to top button