Hangout

Selebriti Nikah Beda Agama, UAH Jelaskan Risikonya


Fenomena pernikahan beda agama belakangan ini tengah menjadi sorotan publik. Sebab, banyak terjadi di antara para selebriti Tanah Air, seperti pernikahan Rizky Febian dan Mahalini yang dikabarkan segera dilangsungkan dalam waktu dekat.

Mungkin anda suka

Dari pandangan ulama muda kharismatik, Ustaz Adi Hidayat (UAH) menjelaskan secara rinci tentang pandangan Islam terkait pernikahan antarbeda agama dalam sebuah ceramah yang diunggah di kanal YouTubenya. Pernikahan semacam ini, menurut UAH, bukanlah sesuatu yang baru dalam diskursus Islam. Ia mengulas bahwa permasalahan ini bahkan sudah ada sejak masa dakwah Nabi Muhammad SAW di Madinah.

Menurut UAH, Alquran telah memberikan tuntunan yang jelas mengenai pernikahan antarbeda agama, yang dikonfirmasi melalui sunnah Rasulullah SAW. 

Islam, dengan pedoman yang dianggap sempurna untuk umat manusia, menawarkan solusi yang tidak hanya pada aspek teknis atau fiqh, tetapi juga melibatkan pemahaman mendalam tentang tujuan pernikahan, yang meliputi ketenangan (sakinah), cinta (mawaddah), dan kasih sayang (rahmah).

“Beda agama artinya beda keyakinan. Jika Anda kita Muslim, tentu memeluk Islam. Bagi kita Muslim, jika dikatakan berbeda agamanya, artinya berbeda keyakinan,” ungkap UAH.

Ustaz Adi menekankan bahwa dalam Islam, pernikahan antara seorang Muslim dan non-Muslim memiliki aturan yang spesifik. Untuk laki-laki Muslim, diizinkan untuk menikahi perempuan dari kalangan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang mengakui kenabian Muhammad SAW. Namun, hal ini tidak berlaku sebaliknya, yaitu perempuan Muslim menikah dengan laki-laki non-Muslim, yang secara tegas dilarang dalam Islam.

Permasalahan pernikahan beda agama ini, menurut Ustaz Adi, tidak hanya berbicara tentang perbedaan keyakinan semata, tetapi juga menyangkut kemampuan dalam membina rumah tangga yang harmonis sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. 

Wakil Ketua I Majelis Tabligh PP Muhammadiyah tersebut menyatakan bahwa dalam sebuah pernikahan, laki-laki diatur sebagai pemimpin yang memiliki tanggung jawab untuk membimbing keluarganya menuju kebenaran dan nilai-nilai keislaman, yang pada akhirnya diharapkan membawa istri non-Muslimnya memeluk Islam.

“Laki-laki diposisikan sebagai pemimpin yang mengatur, membimbing, mengayomi, menyayangi, sehingga dalam posisi itu bisa membina rumah tangga dengan baik, membimbing istrinya, mengarahkan, memberikan pencerahan sehingga diharapkan dengan itu pertama dapat menerima risalah Islam dengan baik,” katanya.

Dalam penuturannya, Ustaz Adi juga menggarisbawahi bahwa konsekuensi dari pernikahan beda agama sangatlah kompleks, terutama ketika melibatkan anak-anak dan masalah warisan. Oleh karena itu, ia menyarankan umat Islam untuk berpegang teguh pada ajaran yang benar dan tidak mengubah-ubah hukum Allah demi mengakomodasi keinginan pribadi atau tekanan sosial.

“Tolong jangan bermain-main dengan hukum. Kembali kepada ketentuan yang benar, dan kita berharap juga kita bisa menyempurnakan kajian-kajian khususnya tafsir-tafsir yang pakemnya memang di Islam sudah jelas dan sudah terjaga,” tegas UAH.

Ustaz Adi Hidayat menutup ceramahnya dengan seruan kepada umat Islam untuk tetap menjaga aqidah dan mendidik keluarga dalam nilai-nilai Islam, sehingga dapat mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Allah SWT. 

Keharmonisan dalam masyarakat, menurut UAH, harus didasari pada penghormatan dan pemahaman bersama, bukan toleransi yang mengorbankan prinsip agama.
 

Back to top button