Hangout

Selebritas, Jokowi dan Kritikan Udara Beracun Jakarta

Hanya dalam hitungan detik, polusi udara Jakarta dengan arogansinya meresahkan nyawa masyarakatnya. Namun, keluhan mengenai kualitas udara di ibu kota, ironisnya, tampaknya hanya berlalu begitu saja di telinga para pengambil keputusan.

Media sosial, menjadi lahan subur bagi protes warga. Selebritas seperti Addie MS hingga Raisa, dengan platform mereka yang luas, menuntut perhatian pemerintah. Namun, sepertinya pemerintah terus memilih untuk berdiam diri. Jangankan untuk mengambil tindakan serius, menyimak saja tampaknya menjadi hal yang sulit.

Seniman yang dikenal juga sebagai pendukung setia Presiden Jokowi, Addie MS dengan blak-blakan menyuarakan ketidaknyamanannya melalui media sosial. Addie Ms dalam akun twitternya mencuitkan kepada mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut dengan mengunggah bukti kualitas udara yang buruk di ibukota, dan mengungkapkan, “Tolong, Pak…Polusi udara Jakarta parah sekali.”

Pak @jokowi

Tolong, Pak…
Polusi udara Jakarta parah sekali.

Sudah bertahun2 seperti ini. Bahaya sekali.

Ini kondisi pk 3.30 pagi tadi yg terlihat di apps AirVisual & Nafas. pic.twitter.com/PaywpQ10ul

— ADDIE MS (@addiems) August 6, 2023

Tidak hanya Addie, Chef Renatta Moeloek dengan sarkastik menyinggung standar kualitas udara Indonesia yang ironisnya lebih rendah dari standar internasional. Sebagai ibukota negara, seharusnya Jakarta menjadi contoh, bukan menjadi bahan sindiran. Seperti komentar warganet yang menyindir, “Mungkin saja warga Jakarta di masa depan harus beradaptasi bernapas dalam air?”

Saya yg sinus dan allergic rhinitis paket lengkap cukup rasakan sendiri dan sudah tahu tanpa cek data. Tiap ada gejala2, saya cek, dan benar 💀 pic.twitter.com/IiOdezRCyy

— Renatta Moeloek (@MoeloekRenatta) August 8, 2023

Penyanyi Raisa dengan tegas menggambarkan bagaimana warga Jakarta kini tercekik oleh udara kotornya. Sayangnya, respons yang diterima justru seolah-olah masalah ini bukanlah hal baru dan telah menjadi ‘norma’ di ibu kota. Sebuah tanggapan yang memprihatinkan.

Persoalan lama

Kualitas udara Jakarta dalam beberapa hari terakhir mendapat sorotan karena berada di urutan pertama terburuk di dunia, setelah Dubai di Uni Emirat Arab dan Johannesburg di Afrika Selatan. Berdasarkan data IQAir, kualitas udara di Jakarta mencapai nilai 164 US AQI, disusul Dubai dengan 152 US AQI serta Johannesburg dengan 129 US AQI.

Ranking kota paling berpolusi di dunia (Foto: AQI)
Ranking kota paling berpolusi di dunia (Foto: AQI)

Peringkat kualitas udara Jakarta saat ini berada pada indikator merah, yang berarti tidak sehat, atau naik dari indikator oranye yang artinya tidak sehat bagi kelompok sensitif. Indikator warna ini digunakan IQAir untuk membedakan kualitas udara. Warna hijau untuk menunjukkan kualitas udara baik, kuning untuk kualitas udara sedang, dan ungu untuk kualitas udara sangat tidak sehat. Adapun kualitas udara paling buruk atau berbahaya dilambangkan dengan warna hitam.

Menurut Climate Impact Associate dari Yayasan Indonesia Cerah, Diya Farida, kualitas udara Jakarta yang buruk ini sebenarnya adalah persoalan lama. Bahkan masalah ini pernah dibawa ke meja hijau lewat gugatan warga (citizen lawsuit) pada 2021. Adapun gugatan itu ditujukan kepada Jokowi (tergugat 1), Menteri LHK (tergugat 2), Menteri Kesehatan (tergugat 3), Menteri Dalam Negeri (tergugat 4), dan Gubernur DKI Jakarta (tergugat 5).

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan tersebut, tapi putusan pengadilan tidak pernah dijalankan oleh tergugat. “Jadi, kalau ditanya apa yang harus dilakukan untuk menanggulangi buruknya kualitas udara saat ini, jalankan saja apa yang menjadi putusan pengadilan,” kata Diya.

Tak dapat disangkal, para selebritas dengan pengaruh besar mereka kerap menjadi sumber informasi bagi banyak orang. Kecemasan mereka terkait polusi bukanlah isu yang baru, tetapi menjadi peringatan yang terus menerus mengingatkan kita semua. Pernyataan mereka tentu bukan sekadar retorika, tetapi cerminan dari kenyataan yang sedang mereka alami.

Ketika presiden Jokowi menyatakan bahwa polusi udara di Jakarta telah lama terjadi, ada kekecewaan yang tersirat. Memang benar, solusi seperti moda transportasi massal dan mobil listrik dapat mengurangi dampak polusi. Namun, pertanyaannya, sejauh mana usaha pemerintah untuk memastikan solusi ini bukan sekadar wacana?

Membangun moda transportasi massal memang solusi jangka panjang. Namun, sambil menunggu solusi tersebut terwujud, apa yang telah pemerintah lakukan untuk mengatasi masalah mendesak ini? Memindahkan ibu kota mungkin menjadi solusi, namun itu bukanlah jawaban untuk mengatasi masalah polusi udara yang telah lama menghantui Jakarta.

Terlebih, berdasarkan data dari IQAir, Jakarta kini menempati peringkat pertama kota dengan polusi udara terburuk di dunia. Ironis bagi ibu kota sebuah negara besar seperti Indonesia. Apa yang telah salah?

Penting bagi pemerintah untuk tidak hanya mendengar, tetapi juga mengambil tindakan. Masyarakat berhak mendapatkan udara bersih dan hidup sehat. Sudah saatnya pemerintah merespons dengan serius, bukan sekedar retorika tanpa aksi nyata. Adalah tanggung jawab pemerintah untuk menjaga dan melindungi kesejahteraan warganya, dan udara bersih adalah hak dasar yang harus terpenuhi.

Back to top button