Market

Salahkan Jokowi, Faisal Basri Tak Percaya Produksi Minyak Tembus Sejuta Barel/Hari

Jumat, 09 Sep 2022 – 23:19 WIB

Salahkan Jokowi, Faisal Basri Tak Percaya Produksi Minyak Sejuta Barel

Ekonom senior Faisal Basri.

Ekonom senior Faisal Basri tak yakin pemerintahan Jokowi berhasil memenuhi target produksi (lifting) minyak bumi sejuta barel per hari. Aralnya, kebijakan Presiden Jokowi.

Dikutip dari kanal Youtube Refly Harun, Jumat (9/9/2022), Faisal membeberkan produksi riil minyak bumi saat ini turun terus, hingga tersisa 628 ribu barel per hari. “Lalu, biang keladinya siapa? Pak Jokowi. Kenapa, Pak Jokowi yang membatalkan, atau merubah proyek Masela, blok migas abadi dari ofshore ke onshore. Akhirnya, investor cabut,” papar Faisal.

Kini, lanjut Faisal, hanya Inpex yang masih komit menggarap Blok Migas Abadi Masela di Maluku. “Dalam proyek ini (Blok Masela), saya terlibat dalam kajiannya. Saya sebagai wakil ketua tim monitoring kajian. Awalnya offshore, ini proyek migas terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Nilai investasinya di atas US$10 miliar. Ini fenomenal,” kenangnya.

Kala itu, lanjut Faisal, sudah diputuskan skema offshore atau di tengah laut lebih cocok untuk eksplorasi Blok Masela. Namun, ada dua menteri yang tidak setuju. “Pak Rizal Ramli kawan kita dan Pak Luhut ngotot onshore. Pak Jokowi bingung kemudian minta dibentuk lembaga independen untuk melakukan kajian. Keluarlah Poten Internasional. Selanjutnya, Poten dibantu beberapa lembaga kajian di dalam negeri. Dan, pada 24 Desember, sehari sebelum Natal, keluarlah hasil kajian. Presentasinya jam 6 pagi, Pak Jokowi di Pontianak malah putuskan onshore, tanpa ada kajian yang jelas,” ungkapnya.

Dia bilang, apabila Blok Masela digarap dengan skema offshore, saat ini, sudah bisa produksi. Penerimaan negara bakal panen besar dari PNBP dan PPh migas yang ditaksir nilainya ratusan triliun rupiah. Sayangnya, hingga kini, nasib Blok Masela masih terkatung-katung.

Faisal juga mengkritisi kebijakan pemerintahan Jokowi yang tidak konsisten. Sebut saja kewajiban SPBU asing membangun storage. “Ketika Shell punya storage yang biayanya gede, aturan itu malah dihapus. Alhasil, AKR tak perlu mambangun storage. Nah, investor kan menilai adanya ketikdakonsistenan,” imbuhnya.

Aturan lain yang memberatkan investor, masih kata Faisal, Shell tidak boleh impor BBM, namun harus beli dari Pertamina. Sementara harga jualnya juga diatur pemerintah.

“Misalnya Pertamax RON 92, harga Rp12.500 (Pertamina), sementara Shell harus jual Rp17.500 per liter. Akibatnya, investor kapok. Sekarang, ConocoPhilips, Cehvron, Total keluar. Semakin banyak yang keluar. Ini kezaliman negeri ini. Saya bukan pro-asing ya. mereka sudah datang, setelah itu dipentungi satu-satu. Jadi wajar kalau kapok,” tandasnya.

Selanjutnya, Faisal mengingatkan generasi milenial Indonesia akar ikut bersuara lantang. Kalau tidak, mereka akan diwarisi kerusakan alam dan utang yang menggunung. “Maka bersuaralah kalian. Karena kalian yang paling rugi. Saya sudah mati. Kenapa saya ngotot begini, karena saya punya anak cucu, punya mahasiswa, punya kerabat yang mengharuskan saya lebih cerewet,” pungkasnya.

Back to top button