News

Putusan MK soal Capres-Cawapres Non Executable, Publik Bisa Gugat KPU

Pakar Hukum Lucas S.H menegaskan putusan hukum yang sudah diketok palu oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materiil UU Pemilu yang diputus beberapa waktu yang lalu, memang bersifat final dan tidak ada upaya hukum apapun yang bisa membatalkannya. Tapi ia mengingatkan putusan itu tidak dapat dilaksanakan secara serta merta.

“Lalu bagaimana mengeksekusinya? Jika dipaksakan malah menjadi polemik dan tidak membawa manfaat kepada penegakan hukum,” ucapnya kepada Inilah.com, saat dihubungi dari Jakarta, dikutip Sabtu (21/10/2023).

Lucas mengatakan, ada cara lain untuk bisa ‘membatalkan’ putusan tersebut. Dengan melayangkan gugatan terhadap penyelenggara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), selaku eksekutor putusan dari uji materiil perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

“Jadi yang dimaksudkan bisa dibatalkan itu adalah sikap dari KPU yang menerima pendaftaran, menafsirkan seolah-olah bisa menerima capres dan cawapres yang berusia di bawah 40 tahun tetapi pernah menjadi kepala daerah tingkat kota madya atau tingkat kabupaten. Tindakan itu yang bisa dibatalkan dengan menggugat ke pengadilan,” tuturnya menjelaskan.

Ia menegaskan putusan MK yang menambahkan bunyi pasal soal syarat maju sebagai capres-cawapres, dianggap merombak dunia hukum dan politik tanah air oleh banyak pemerhati hukum.

Setelah diteliti, sambung dia, terdapat empat hakim tidak setuju atau dissenting opinion. Lucas mengingatkan pertimbangan hakim dan amar putusan itu merupakan satu kesatuan. “Saya berpendapat putusan ini, non executable,” ucap dia.

Lucas berpendapat, meskipun putusan ini dikabulkan dengan komposisi empat menolak dan lima hakim MK menerima dalam putusannya. Namun sebenarnya ada dua hakim lagi yang tidak setuju penuh dengan gugatan yang diajukan. “Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic (2 Hakim MK), mereka memberikan concurring opinion, setuju tapi kondisional,” kata Lucas.

Dalam penjelasannya, dua hakim di atas menyebut setuju 40 tahun sebagai syarat usia capres dan cawapres atau pernah menjadi gubernur, atau tingkat provinsi, tapi tidak untuk kepala daerah di tingkat kabupaten/kota.

“Jadi kalau saya simpulkan, tiga hakim setuju umur 40 tahun atau pernah menjadi kepala daerah, itu final. Tetapi dua hakim setuju dengan syarat kepala daerah tingkat provinsi,” terangnya.

Sehingga menurut advokat senior itu, putusan MK atas perkara 90/PUU-XXI/2023 harus benar-benar diperhatikan sebelum dieksekusi. Jangan sampai penyelenggara negara dan juga penyelenggara pemilu, salah menafsirkan putusan fenomenal yang membuat geger republik ini.

Back to top button