News

Puji Putusan MKMK, Mahfud: Tuhan Beri Kemenangan pada Rakyat

Menko Polhukam Mahfud MD berharap tak ada lagi intervensi dalam pemilu pascaputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap hakim konstitusi terkait pelanggaran kode etik.

“Harus tidak boleh mengintervensi. Masyarakat akan mengawasi. Kan masyarakat sipil sekarang sangat kuat pengawasannya,” ujar Mahduf kepada awak media di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023).

Menurut dia, apa yang menjadi putusan MKMK saat ini adalah bentuk upaya masyarakat sipil yang ingin mengawal tahapan Pemilu 2024. Hal ini, tutur dia, membuktikan bahwa masyarakat menilai ada upaya intervensi di gelaran pesta demokrasi.

“Yang mengajukan itu semua masyarakat sipil. Enggak bisa mengindar. Siapapun enggak bisa melindungi. Itulah yang sering saya katakan vox populi vox fidae, suara rakyat suara Tuhan itu kalau saya memaknainya bukan rakyat itu Tuhan, tapi Tuhan selalu memberi kemenangan kepada rakyat yang memperjuangkan kemenangan,” tuturnya.

Terkait putusan MKMK, Mahfud mengaku tidak menyangka. Ia menilai keputusan yang diambil oleh MKMK khususnya Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie adalah keputusan yang berani dan tepat. Karena akan sulit jika majelis memutus untuk memecat Anwar sebagai hakim.

“Karena kalau dipecat beneran, itu bisa naik banding dia. Diberhentikan sebagai hakim itu ada bandingnya. Tapi kalau diberhentikan dari jabatan dan dengan hormat pula itu enggak bisa naik banding. Itu selesai. Karena naik banding bukan hanya risiko tidak memberi kepastian tapi bisa saja hakim banding masuk angin. Makanya bagus itu Jimly itu, salut lah,” tutur Mahfud.

Sebelumnya, MKMK memberikan sanksi berupa pemberhentian dari jabatan ketua MK kepada Anwar Usman. Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menuturkan, Anwar Usman melakukan pelanggaran berat kode etik hakim menyangkut putusan MK mengenai syarat batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK kepada Hakim Terlapor, Anwar Usman,” kata Jimly di ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).

Jimly menilai hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan selaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakkan, prinsip integritas, prinsip kecakapan, dan kesetaraan, prinsip independensi dan prinsip kepantasan serta kesopanan.

“Hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatan hakim terlapor sebagai hakim konstitusi berakhir,” tuturnya.

Sebagai informasi, terdapat 21 laporan dugaan pelanggaran etik oleh hakim MK pasca putusan MK perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia minimal capres-cawapres dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Berdasarkan 21 pelapor itu, hakim konstitusi yang mendapatkan laporan paling banyak yaitu Anwar Usman, Saldi Isra, dan Arief Hidayat.

Back to top button